Lihat ke Halaman Asli

20 Tahun Peringatan Hari Statistik Nasional dan Kredibilitas Badan Pusat Statistik

Diperbarui: 26 September 2016   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: kukarkab.bps.go.id

Dua puluh tahun sudah Hari Statistik Nasional (HSN) diperingati oleh masyarakat Indonesia. Sejak dikeluarkannya surat nomor B.259/M.Sesneg/1996 pada tanggal 12 Agustus 1996, maka pada tanggal 26 September diperingati sebagai Hari Statistik Nasional. Tak sedikit masyarakat yang menggunakan data statistik untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya.

Misalnya dalam bidang politik, data statistik dapat digunakan untuk memprediksi calon kepala daerah, gubernur dan presiden yang akan terpilih dalam pemilu melalui quick count. Selain bidang politik, bidang marketing, keuangan, pendidikan, kedokteran, sejarah dan sastra juga memerlukan data statistik demi keperluan pengambilan keputusan. Tentu tidak boleh seenaknya saja menggunakan data statistik melalui sumber yang tidak jelas. Dalam urusan penyediaan data statistik, Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dijadikan acuan sebagai lembaga penyedia data statistik yang terpercaya dan akurat.

Sebagai lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, BPS memiliki tugas, fungsi dan kewenangan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2007. Tugas dari BPS yakni melaksanakan pemerintahan di bidang statistik sesuai peraturan perundang-undangan. Data dan informasi statistik yang dihasilkan harus berkualitas yang meliputi aspek akurasi, relevansi, up to date, lengkap dan berkelanjutan. Oleh karena itu BPS terus melakukan kegiatan statistik untuk mendapatkan data statistik yang berkualitas. Berikut cuplikan kegiatan statistik yang telah dilaksanakan oleh lembaga yang memiliki moto “Melayani Dengan Hati” di tahun 2016. 

Pertama, pada bulan Februari 2016, BPS rutin mengeluarkan data kemiskinan yang disajikan menurut daerah perkotaan dan perdesaan setiap tahun sejak tahun 2003. Dengan menggunakan pendekatan tertentu, BPS menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Merunut pada rilis kemiskinan yang dilansir oleh BPS, jelas dikatakan bahwa orang yang dikategorikan miskin ternyata banyak yang mengkonsumsi rokok. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2015, penduduk berusia 15 tahun ke atas yang mengkonsumsi rokok sebesar 22,57 persen di perkotaan dan 25,05 persen di pedesaan. Rata-rata jumlah batang rokok yang dihabiskan selama seminggu mencapai 76 batang di perkotaan dan 80 batang di pedesaan. Suatu angka yang tidak sedikit bukan?

Kedua, pada bulan April 2016 Kepala BPS, Suryamin menerima kedatangan DirekturRegional United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) Asia Pasifik yang baru, Yoriko Yasukawa. Dalam kesempatan tersebut, Yoriko menyampaikan kepada Suryamin bahwa ia sangat mengapresiasi kemajuan statistik Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan ibu, gender, dan indikator Sustainable Development Goals (SDGs). UNFPA berkomitmen untuk bekerjasama dengan BPS untuk lebih memahami penyebab dan tren statistik terkait kematian ibu demi menyokong indikator SDGs di Indonesia. Tentunya ini akan menjadi kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Ketiga, masih pada bulan April 2016, bertajuk “Top 99 Inovasi Pelayanan Publik Nasional 2016”, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) menyelenggarakan Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik. Dalam kompetisi yang diikuti 2.746 kontestan ini, BPS meraih tiga penghargaan dari lima inovasi terbaik kategori lembaga dengan catatan lembaga yang mengirimkan inovasi terbanyak di antara para peserta, yaitu sebanyak 41 inovasi.

Keempat, pada bulan Juli 2016 lalu, BPS didukung United Nations Children’s Fund (UNICEF) untuk menyusun buku “Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia”. Buku tersebut berisi tentang bukti yang dapat menunjukkan skala perkawinan usia anak di Indonesia dan dampaknya terhadap pemenuhan hak anak khususnya bagi remaja perempuan.

Dalam buku tersebut ditunjukkan bahwa secara global saat ini ada lebih dari 700 juta perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun, dan bahkan sekitar 250 juta diantaranya menikah sebelum 15 tahun. Mestinya ini akan menjadi buku yang sangat bermanfaat bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan dan program dalam rangka penghapusan perkawinan usia anak di Indonesia.

Kelima, tepatnya pada tanggal 15 September 2016 lalu, Dr. Suhariyanto menduduki kursi tertinggi menjadi kepala BPS. Bapak kelahiran Blitar pada 55 tahun silam telah menyelesaikan studi S3 program studi Ekonomi Pertanian di University of Reading Inggris. Karirnya dimulai pada tahun 1983 di Bagian Statistik Agro Industri kemudian menjabat sebagai Kepala Subbagian Perkebunan (Direktorat Pertanian).

Tak hanya itu, posisi sebagai Kasubdit Analisis Statistik (2005-2010), Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik (2010-2012), dan Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik (2012-2016) pernah mewarnai karir beliau sebelum akhirnya menjadi kepala BPS. Suatu amanah besar berada di pundak beliau untuk menahkodai BPS menjadi lembaga penyedia data yang paling terpercaya dan akurat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline