Lihat ke Halaman Asli

Penyelesaian HAM terhadap 3 Kasus HAM di Indonesia

Diperbarui: 2 September 2022   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

  • Tragedi Mei 1998

Kasus pertama yang saya akan bahas diawali pada 24 tahun yang lalu, tepatnya pada Mei 1998 yang menjad catatan kelam dalam sejarah bangsa. Peristiwa ini ialah peristiwa kerusuhan yang bernuansa SARA hingga kekerasan seksual. Kerusuhan terjadi karena rasial etnis Tionghoa pada tanggal 13-15, Mei 1998, di Ibu Kota Jakarta, dan dibeberapa daerah disekitarnya. Kerusuhan ini juga terjadi karena krisis finansial Asia dan adanya tragedi penembakan 4 siswa Universitas Trisakti daam demonstrasi 12, Mei 1998 yang berujuan untuk melengserkan Presiden Soeharto pada masanya.

                Peristiwa Mei 1998 ini dinilai sebagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dan tidak kunjung terselesaikan. Pada saat diurus oleh KOMNAS HAM, KOMNAS HAM mengakui bahwa permasalahan tersebut dapat teratasi, dan diselesaikan dengan beberapa bukti yang kuat, namun berkas penyelidikan belum terselesaikan oleh jaksa agung sejak 2003- sekarang, karena pengungkapan pelanggaran yang dilakukan lebih dari satu lembaga. Peristiwa ini diberi pelanggaran pada pasal 9 UU tentang pengadilan HAM.

  • Kematian Akseyna UI

Kasus kedua adalah kasus yang sempat trend akhir-akhir ini, yaitu kasus kematian Akseyna, seorang mahasiswa FMIPA UI yang jasadnya ditemukan di danau kenanga UI. Kasus itu masih berjalan hingga sekarang, namun belum terungkap siapa pembunuh Akseyna ini. Ada saat dimana saat meminta bantuan pihak kampus, seolah -- olah kampus menutup diri dan tidak membuat tim investigasi sejak awal. Sang pelapor sempat menghubungi pihak KOMNAS HAM dan mendapatkan dukungan untuk penyelidikan berlanjut, dan mendapatkan bukti bukti yang kurang diketahui sumber.

  • Tragedi tahun 1965

Kasus ketiga terjadi pada tahun 1965 -- 1966 adanya peristiwa pelangggaran HAM berat terhadap mereka yang dituduh sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), yang mengakibatkan lebih dari 2 juta orang mengalami penangkapan semena -- mena, penahanan tanpa proses hokum, penyiksaan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Hingga saat ini, kasus pembantaian 65 belum juga terpenuhi tanggung jawabnya oleh Negara untuk memberikan keadilan oleh para korban berdasarkan proses hokum, dan hak pemulihan yag seharusnya diterima korban.

                Dari pihak KOMNAS HAM sendiri berusaha untuk membantu penyelidikan kasus tersebut, diantaranya sekitar 32.774 orang telah hilang, dan beberapa tempat menjadi perkiraan lokasi pembantaian korban,s erta adanya korban jiwa lebih dari 2 juta orang. Pada tahun 2008, KOMNAS HAM membentuk tim penyelidikan Pro Justicia untuk peristiwa tragedy 65 ini selama 4 tahun bekerja, memeriksa sebanyak 349 saksi korban dan mengunjungi lokasi yang diduga sebagai tempat penahanan.

                Hasil dari penyelidikannya menyatakan adanya pelanggaran HAM berat sesuai dengan pasal 7b,dan 9b UU 26 tahun 2000. Dengan bukti bukti yang sudah ada, sesuai undang-undang, KOMNAS HAM meminta kejaksaan agung untuk menggunakan hasil penyelidikan oleh KOMNAS HAM sebagai bahan penyelidikan selanjutnya. Saat itu, juru bicara kejaksaan agung mengatakan bahwa pihak kejaksaan agung akan mempelajari bukti-bukti yang diberikan oleh KOMNAS HAM. Bila memenuhi syarat, kasus ini akan diselidiki lebih dalam. KOMNAS HAM sendiri memiliki keterbatasan dalam penyelidikan, dan membutuhkan perintah dari jaksa agung yang memiliki kekuatan penuh dalam kasus pelanggaran HAM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline