Lihat ke Halaman Asli

Pradhany Widityan

TERVERIFIKASI

Full Time IT Worker

Toraja yang "Asli" dengan Situs-situs Kunonya

Diperbarui: 17 Juni 2018   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Menceritakan tentang Toraja hari ini, tahun depan, tahun lalu, atau kapanpun tak akan jauh berbeda. Di luar wisata-wisata yang sedang booming di media sosial, tujuan utama orang datang ke Toraja yaitu menyaksikan apa yang sudah ada sejak berabad-abad silam.

Bangun dari tidur nyenyak setelah lelah di perjalanan pada hari sebelumnya memang malas. Setidaknya bagi saya. Belum lagi sambutan hawa dingin dataran tinggi Batutumonga yang membuat selimut dan kasur jadi hal yang paling posesif. 

Tapi tentu saja saya harus bangun, pemandangan yang menghampar luas ke area persawahan siap untuk mencuci mata di pagi hari. Sayangnya pagi itu berawan, sehingga semburat merah penuh semangat matahari pagi tak cukup menarik untuk dipotret.

Hari itu sebenarnya cukup cerah dan saya cukup bersemangat dengan modal sarapan nasi goreng dari penginapan Mentirotiku. Agenda selanjutnya adalah mengunjungi beberapa situs kuno.

Perjalanan diawali dengan menuruni bukit. Dan pemandangan yang hijau nan asri tersaji di sepanjang jalan. Walaupun sesekali sedikit terganggu karena lubang di jalan, tidak menjadi masalah untuk tetap mengabadikan perjalanan ke arah utara menuju Desa Pallawa'.

Tongkonan Tua Desa Pallawa'

Tua dan masih orisinal. Dua hal yang tepat menggambarkan desa ini. Karena letaknya yang cukup terpencil dengan akses yang relatif sulit, tempat ini tampak sepi. Perputaran uang di toko-toko souvenir yang tersembunyi di belakang Tongkonan pun nampak cukup lambat. Berbeda dengan Kete Kesu yang hits dan ramai karena sangat mudah dijangkau.

Ada cerita sejarah tentang tradisi kanibal di desa ini. Konon, dahulu setiap ada perang antar desa, mayat lawan yang kalah akan dimakan oleh yang menang. Tapi tentu saja itu sudah tidak ada sekarang, selain memang tidak ada perang antar desa, tradisi kanibalnya juga diganti dengan memakan daging ayam atau disebut Pallawa Manuk.

Deretan Tongkonan Tua Desa Pallawa'. (dokumen pribadi)

Di desa ini terdapat 11 Tongkonan dengan alang (lumbung padi) di bagian depannya. Dibandingkan dengan yang ada di Kete Kesu, Tongkonan disini berumur jauh lebih tua. Kayu-kayunya tampak lapuk dan kusam. Tanaman-tanaman tumbuh liar menyelimuti atapnya. Saat saya ke sana terdapat banyak bambu tergeletak yang merupakan salah satu alat untuk memugar Tongkonan.

Berkunjung ke desa adat kuno di Indonesia, hal yang akan cukup sering ditemukan adalah kegiatan menenun. Kecuali di Jawa Tengah dan Yogyakarta yang tentu saja didominasi kegiatan membatik. Begitu juga di sini. Kain tenun memang menjadi salah satu oleh-oleh dari Toraja.

Upacara pemakaman yang megah di Toraja juga mewajibkan adanya kain tenun. Saat ini, tenun Toraja sudah langka dan bahkan kain tenun yang ada di sana banyak didatangkan dari industri tenun modern yang ada di Jawa. Jadi, saat menemukan ibu-ibu sedang menenun menggunakan alat tenun tradisional, semakin mengukuhkan predikat orisinalitas desa ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline