Mungkin saya adalah salah satu dari sekian banyak wisatawan yang mulai mendengar Belitung karena film Laskar Pelangi. Film yang ditayangkan pada tahun 2008, tiga tahun setelah novelnya dirilis. Saat itu kira-kira kelas 3 SMA , belum bercita-cita berkunjung ke sana kemari. Tapi saya ingat almarhum guru Bahasa Indonesia saya yang memang orang Belitung rajin bercerita tentang kehidupan di sana dengan Laskar Pelangi-nya.
Tak bisa saya pungkiri Laskar Pelangi memang karya yang fenomenal. Kisah yang menginspirasi sekaligus dengan santun menyindir potret pendidikan Indonesia yang masih hitam putih. Selain fenomenal karena prestasinya, Andrea Hirata juga sukses mewarnai dunia pariwisata tanah Belitung. Relasi pertama dari Belitung dalam konteks pariwisata pasti Laskar Pelangi. Hasilnya, hingga kini mendapat julukan Negeri Laskar Pelangi.
Sejatinya film Laskar Pelangi tidak secara langsung mengeksplorasi wisata Belitung. Bahkan pantai yang di-tag sebagai lokasi syuting hanya satu. Belitung memang sudah dilahirkan dengan potensi alam yang memikat. Primadonanya tentu saja pantai. Pantai memang semacam manik-manik berkilauan di Indonesia. Belitung pun turut menyumbang sebagian kecil untaian manik-manik itu.
Angin Laut
Hari dengan langit sedikit berawan membawa angin laut yang berhembus kering namun sejuk di dermaga Tanjung Kelayang, Belitung Barat. Oh ya, wisata Belitung yang terkenal yaitu Belitung Timur dengan jejak-jejak Laskar Pelangi-nya dan Belitung Barat dengan pantai dan pulau-pulaunya yang termasuk perairan Selat Karimata.
Untuk menikmati keduanya dalam waktu sehari, saya rasa tidaklah efektif. Jarak kira-kira 160 km memisahkan kedua primadona ini. Jadi nikmatilah masing-masing satu hari untuk merasakan hangatnya pasir putih pantai-pantai menawan.
Di Barat, wajib menyewa perahu jika ingin singgah di pulau-pulau. Dari Dermaga Tanjung Kelayang, mesin perahu kayu motor sewaan berkapasitas hingga 20 orang mulai menderu. Tenang membelah laut yang juga tenang. Tujuan pertama adalah Pulau Lengkuas. Ikon yang sering muncul di foto-foto Belitung di Google, dengan mercusuar yang bersejarah.
Ini pulau terjauh, namun tenang, hanya 30 menit waktu tempuhnya. Sebelum menuju ke sana, nahkoda kapal akan mengajak berhenti di Batu Garuda. Tumpukan batu granit di tengah laut yang salah satu batunya berbentuk menyerupai kepala Garuda. Tidak dapat berlabuh di sini, hanya berfoto dari atas kapal.
Dari kejauhan mulai muncul sedikit demi sedikit bangunan mercusuar. Lautan mulai ramai karena ternyata di sekitar pulau tanpa sandaran kapal dan dermaga itu, sudah banyak kapal wisatawan yang parkir. Orang-orang tampak padat dan berlalu lalang dengan kegiatan mereka masing-masing.
Saya termasuk orang yang tidak suka tempat wisata terlalu ramai, tapi selalu mencoba berdamai dengan hal itu. Toh, tujuan branding, promosi dan yang sejenis lainnya, tak lain untuk memikat wisatawan sebanyak mungkin.
Jika Pulau Lengkuas tampak penuh, bersiap-siaplah menahan keluh saat menuju puncak mercusuar. Bangunan setinggi 70 meter yang dibangun tahun 1882 itu akan sangat pengap. Tembok besi, dengan jendela yang tidak banyak serta diameter yang tak lebih dari 10 meter dan semakin tinggi semakin menyempit itu, membuat kita harus berebut oksigen dengan pengunjung lain. Tangganya hanya satu, jadi harus bergantian antara yang naik dan turun.