Lihat ke Halaman Asli

Pradhany Widityan

TERVERIFIKASI

Full Time IT Worker

Nina Bobo, Gunung Galunggung

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14285453302101916461

Alkisah, Kumbakarna, adik dari Rahwana mendapat sebuah kesempatan dari Dewa untuk meminta sebuah permintaan yang pasti dikabulkan. Karena sihir Dewi Saraswati, maka permintaan Kumbakarna menjadi “tidur abadi”. Dewa Brahma yang bertugas mengabulkan pun terkejut, tetapi mau bagaimana lagi. Kata-kata sudah diucapkan, dan akhirnya Kumbakarna tertidur abadi.

Tak ada yang dapat membangunkan Kumbakarna. Hingga perang besar dalam cerita Ramayana, antara pasukan kera dan kerajaan Ayodya yang dipimpin langsung oleh Rama dengan Kerajaan Alengka di bawah komando Rahwana, meletus. Saat itulah Kumbakarna dibangunkan oleh Rahwana. Kumbakarna kemudian mengamuk untuk melindungi Alengka. Pasukan Ayodya kewalahan dan hampir porak poranda jika Raden Lesmana tidak turun langsung.

[caption id="attachment_359881" align="aligncenter" width="490" caption="Kawasan Wisata Gunung Galunggung"][/caption]

Cerita diatas hanya intermezzo tentang sebuah kata “tidur”. Tidur yang panjang, namun saat terbangun langsung mengamuk tak terkendali. Itulah ancaman yang masih akan selalu tinggal di Indonesia. Gunung-gunung api yang melingkari Tanah Air, hanya sedang tertidur untuk kemudian menciptakan sejarah kelam bagi Indonesia. Tengok saja sejarah letusan dahsyat yang ada di dunia, semua didominasi gunung di Indonesia. Gunung Toba, Gunung Samalas, Gunung Tambora, Gunung Krakatau, dan yang kita kunjungi (28/3), Gunung Galunggung.

April 1982, letusan dahsyat mengguncang Tasikmalaya. Tempat dimana Gunung Galunggung berdiri. Tak kurang 22 desa di kaki gunung menjadi desa mati tak berpenghuni. Warga mengungsi bahkan hingga satu tahun lamanya. Debu, lava pijar, material bumi berhambur memusnahkan apa saja yang dilewatinya. Tanah pun terbakar dan gosong.

Saat letusan memang sebuah bencana. Namun pasca letusan, saat Gunung tersebut tidur lagi, tanah subur dan material alamnya menjadi sebuah berkah bagi warga yang kembali membangun kehidupan disana. Pasir yang berkualitas, salah satunya menjadi komoditas Gunung Galunggung.

Letusan yang memangkas kubah gunung hingga 40% itu juga sekarang ini malah menjadi objek wisata. Kawah yang terbentuk menjadi daya tarik untuk dikunjungi. Wisatawan yang saat ini masih diominasi wisatawan lokal banyak berkunjung ke sini.

Selain kawah yang dapat ditempuh dengan menaiki anak tangga sebanyak 620 itu, pemandian air panas dan air terjun di kaki gunung menjadi nilai jual gunung ini.

[caption id="attachment_359883" align="aligncenter" width="490" caption="Stairways to Crater"]

14285455461390244950

[/caption]

Kita tiba disana menjelang petang. Hujan gerimis benar-benar membatasi ruang gerak kita. Kita hanya sempat menikmati kawah dari atas, dan tidak dapat turun karena cuaca yang tidak bersahabat. Kawah dengan airnya yang berwarna hijau mejelma hadiah bagi orang-orang yang ingin menapaki jejak-jejak gunung yang pernah menggemparkan Tanah Air.

Hujan dan waktu yang cepat berlalu memaksa kita menyudahi kunjungan ke kawah. Di kaki gunung, terdapat banyak warung 24 jam untuk bermalam. Tentunya selain membuka tenda di area kawah. Warung malam itu menciptakan kontras antara dinginnya udara gunung dan hangatnya obrolan bersama teman.

Galunggung hanya tidur. Seperti Kumbakarna, dia sewaktu-waktu dapat bangun dan kembali mengamuk. Warga disana tentunya tahu, namun tidak ada yang bisa dilakukan selain pasrah dan mejalani hidup selagi Galunggung tertidur.

Masyarakat di gunung api aktif memang memberi pelajaran bagi kita. Pelajaran akan sebuah hidup bersahaja, hidup yang hangat, dan hidup yang selalu berserah pada alam dan Tuhan di bawah ancaman letusan. Bahkan tanpa perlu mempercaiyai takdir pun, letusan pasti akan terjadi lagi dan meluluhlantakan tanah mereka. Mereka hanya berkesempatan protes pada Tuhan, namun tetap harus menaggung bebannya.

[caption id="attachment_359884" align="aligncenter" width="490" caption="Kawah"]

1428545645712815540

[/caption]

Berkacalah, bahwa hidup hanya menunda kekalahan. Selamat tidur Gunung Galunggung. Bangunlah di saat yang “tepat”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline