Lihat ke Halaman Asli

Pradhany Widityan

TERVERIFIKASI

Full Time IT Worker

Oase Budaya di Pusat Kota

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14140294041946810997

Usia satu tahun bagi manusia adalah saat mulai lucu-lucunya. Pada usia itu manusia biasanya mulai bisa berjalan tertatih. Kadang terjatuh, lalu menangis, atau tertawa-tawa. Manusia juga sudah lebih intensif dan responsif merespon panggilan orang-orang sekitar.

Usia satu tahun pula merupakan sebuah peralihan (bisa jadi disebut puber) yang paling pertama. Yaitu dari status sebagai bayi, menjadi balita. Walaupun bersinggungan karena sama-sama masih di bawah 5 tahun, namun balita lebih bisa menjelaskan bahwa saat itu manusia sudah memulai aktivitas pertamanya dalam masa orientasi pada lingkungan sekitar dan dunianya.

[caption id="attachment_330666" align="aligncenter" width="441" caption="Wahana Jelajah Indonesia"][/caption]

Begitu juga dengan sebuah galeri yang tahun 2014 ini berulang tahun yang pertama. Sebuah galeri yang mengangkat seni dan kebudayaan Nusantara ini bernama Galeri Indonesia Kaya (GIK). Letaknya sangat kontras yaitu di Mall Grand Indonesia, dimana kompleksnya termasuk kawasan perbelanjaan modern di Ibu Kota. Barang-barang mewah dan tak sedikit juga yang import begitu kontras dengan keris, angklung, dan wayang yang menjadi “produk” GIK. Ditambah lagi, GIK tepatnya berada di depan Blitzmegaplex. Sebuah bioskop yang menjadi tujuan favorit muda-mudi Jakarta.

Teknologi

Namun siapa sangka yang disuguhkan di GIK ini begitu di luar dugaan. Ternyata GIK ini tahu diri dimana tempatnya berada. Ketradisionalan budaya Nusantara yang sudah sangat miris popularitasnya di kalangan remaja, terutama yang memang tidak bergelut di bidang itu, dikemas dengan mengedepankan teknologi modern menggunakan peralatan-peralatan yang sudah menjadi “pegangan” rata-rata remaja sekarang. Teknologi seperti touchscreen, akselerometer, augmented reality, hingga video mapping digunakan demi memberikan wadah baru bagi kebudayaan Nusantara yang usianya menuju keudzuran dan terlupakan. Peremajaan yangbegitu baik ini menjadi sarana yang tepat dalam mengangkat kembali kebudayaan Nusantara di mata remaja-remaja generasi pewaris.

[caption id="attachment_330669" align="aligncenter" width="441" caption="Wahana Alunan Melodi Nusantara"]

14140297561481329428

[/caption]

Ketradisionalan itu disajikan dalam beberapa wahana yang berkonsep permainan. Ketika pertama masuk, akan ada beberapa layar berisi pasangan wanita dan lelaki yang memberikan salam. Dan itu berganti sesuai provinsi, lengkap dengan baju adatnya. Ada Dimas Diajeng dari Jogja, Abang None dari Jakarta, hingga Nyong Noni dari Sulwesi Utara.

Deretan wayang pun berjajar setelahnya. Ini menggunakan teknologi video mapping yang menampilkan cerita-cerita pewayangan dan tokoh-tokohnya. Semakin ke dalam beragam wahana nampak menghias ruangan. Ada yang bernama “Melodi Alunan Daerah” yang berupa layar touchscreen bergambar alat musik tradisional yang dapat kita mainkan dan berbunyi mendekati aslinya. Ada “Jelajah Indonesia”, yaitu semacam ensiklopedia budaya dan kesenian daerah tertentu di Indonesia.

Yang menarik perhatian adalah wahana dimana kita berdiri di depan sebuah layar besar dengan sensor yang dapat mendeteksi gerakan tubuh kita. Kita menjadi seperti pesawat terbang yang menjelajahi beberapa provinsi di Indonesia. Dan kita dapat melihat foto serta informasi dari tempat yang kita “singgahi”.

[caption id="attachment_330671" align="aligncenter" width="441" caption="Penggunaan Teknologi Augmented Reality"]

1414029857974987207

[/caption]

Ruang Publik

Menurut pendirinya, GIK ini bertujuan agar menjadi sebuah ruang publik bertajuk seni dan budaya. Ruang publik dimana baik budayawan senior maupun yang baru, penikmat seni (sebutan bagi pengunjung), dan media dapat berkumpul meikmati keindahan Nusantara yang endemik.

Para pekerja seni dan budaya yang sudah senior dapat memberikan pelajaran pada yang baru merintis. Komunitas-komunitas seni dan budaya yang baru dapat memperkenalkan karya-karya mereka. Dan para pengunjung dapat menikmati dan ikut melestarikan, setidaknya mengingat, seni dan budaya yang merupakan hasil cipta, rasa, karya dan karsa seniman-seniman Indonesia.

Kontributor yang menghimpun dan men-support GIK ini berasal dari beragam profesi yang berdedikasi melestarikan kebudayaan. Mereka berasal dan tersebar di seluruh Nusantara dan menyumbangkan informasi-informasi tentang bentuk seni dan budaya daerah masing-masing.

Pesta Ulang Tahun

Dan pada acara ulang tahun yang pertama ini. Beragam pertunjukan disajikan. Dan semuanya gratis namun harus melakukan registrasi dahulu secara online pada situs www[dot]indonesiakaya[dot]com. Teater, musik, screening film indonesia, wayang orang, hingga pertunjukan sulap tersaji pada pesta yang merupakan titik awal mereka akan berperan bagi Indonesia. Peran yang vital dalam usaha mengembalikan unsur ketiga dari pesan Trisakti Bung Karno. Yaitu Berkepribadian di Bidang Kebudayaan.

Dengan letak yang relatif strategis, kehadiran GIK dengan segala cita-citanya dapat menjadi sebuah oase. Oase yang diperuntukan bagi remaja-remaja yang sudah melupakan bahwa mereka seharusnya merasa gersang ketika mereka ,sebagai orang Indonesia, masih merasa canggung dan enggan mengenal seni dan budaya warisan bangsa sendiri.

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline