Girikikis, Wonogiri - Sektor agrikultur merupakan salah satu tulang punggung bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena berkat sektor agrikultur, terutama pelaku agrikultur yang senantiasa bertani, bercocok tanam, hingga budidaya baik tanaman, perikanan daratan, dan lain sebagainya, rakyat Indonesia bisa menikmati hasil bumi sendiri.
Namun, oleh karena keterpaksaan memenuhi permintaan bahan pangan, sektor agrikultur terpaksa menggunakan berbagai macam cara agar kebutuhan pangan rakyat terpenuhi, salah satunya dengan penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida. penggunaan bahan kimia otomatis memaksa tanah dan tumbuhan untuk berproduksi diluar kodrat alaminya. Alhasil, hal tersebut cenderung akan merusak tanah dan kualitas hasil panen.
Selain itu, petani di Girikikis mengeluhkan mahalnya harga pupuk, serta bantuan pupuk dari pemerintah yang tidak mencukupi kebutuhan pertanian. Atas dasar permasalahan tersebut, mahasiswa Universitas Diponegoro yang kebetulan tengah melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) mengadakan sosialisasi dan pelatihan pembuatan pupuk organik di balai Kelurahan Girikikis dengan harapan pupuk tersebut dapat menjadi solusi nyata bagi petani.
Menggunakan bahan dasar kecoa, pelapah pisang, buah ceri/kersen/talok, serta air kelapa, campuran dari bahan tersebut difermentasikan selama kurang lebih sebulan dan pada akhirnya bahan tersebut menjadi pupuk organik cair. Pupuk organik cair tersebut yang merupakan mutasi dari berbagai bahan dasar yang terkesan sepele berubah menjadi mikroba DZA, dimana mikroba tersebut bermanfaat untuk menguatkan tanah, akar, serta bahan tanaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H