rel Listrik (KRL) merupakan moda transportasi umum yang menggunakan tenaga listrik. Bergerak dan beroperasi di jalur rel besi yang terhubung dan terintegrasi ke berbagai kota membuat adanya sebuah keadaan eksklusif bagi para pengguna.
KeretaIndonesia menjadi salah satu negara dengan pengguna aktif KRL di Asia Tenggara. PT KAI Commuter Indonesia (KCI) mencatat terdapat 215.049.396 pengguna angkutan kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek sepanjang 2022.
Keadaan eksklusif inilah yang menjadi nilai tambah kereta rel listrik sebagai salah satu moda transportasi di Jabodetabek yang dapat menyelesaikan permasalahan polusi dan kemacetan yang sering terjadi, termasuk di kota Tangerang Selatan.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, KAI Commuter Indonesia perlu menambah adanya rangkaian KRL. Hal ini dilakukan karena pada tahun ini ada 10 rangkaian KRL Jabodetabek yang harus dipensiunkan. Hingga 2024, setidaknya akan ada 16 total rangkaian KRL yang pensiun.
Namun, ada pro dan kontra mengenai impor KRL bekas dari Jepang, yang muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Kementerian Perindustrian RI. Anggota DPR menuding PT KAI dan KCI tidak melakukan perencanaan dengan baik sehingga terlambat memesan KRL buatan PT INKA.
Rencana impor kereta bekas dinilai tidak sejalan dengan langkah pemerintah yang tengah membatasi barang impor bekas dan gencarnya slogan "Bangga Buatan Indonesia". Apalagi jika produk yang dibutuhkan mampu diproduksi oleh industri dalam negeri. FYI, Bangladesh membeli produk kereta PT INKA (Persero) sampai Rp1,3 triliun, loh!
Di sisi lain, Impor menjadi solusi tercepat manakala belum ada kepastian dari PT KAI maupun PT INKA tentang produksi kereta api dalam waktu dekat. Beberapa pertimbangannya antara lain harga terjangkau, sarana andal, dan ada kepastian suku cadang. Pembuatan produk lokal ini lebih mahal jika dibandingkan dengan impor kereta bekas.
Hingga saat ini, impor KRL masih menunggu titik terang dari hasil audit yang akan dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun tetap yang rugi dan menderita tak lain dan tak bukan adalah penumpang. Bagaimana tidak? Saat ini sudah mulai terasa kurangnya armada kereta di tengah meningkatnya jumlah penumpang yang begitu pesat. Bagaimana menurutmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H