Malam kemarin tanggal 16 Djulhijah 1445H dalam penanggalan Islam, cahaya Bulan terlihat sempurna layaknya tanggal 15, pencahayaannya menerangi seluruh alam semsesta, walaupun tidak secerah Matahari, bulan memiliki bentuk dan warna cahaya yang khas, cahayanya bisa menusuk ruang-ruang kegelapan dan terlihat remang-remang sehingga membantu pengedipan mata dalam menyusuri jalanan.
Malam itu Minggu tanggal 23 Juni 2024 dalam penanggalan Masehi, undangan yang di sebar melalui WA Grup tertera tanggal Masehi untuk kami berangkat menuju tempat dimana terdapat kegiatan penting yang tak mungkin di tinggalkan karena terkait dengan ketulusan dalam pengabdian gerakan.
Banyak kawan-kawan memulai perjalanan selesai Magrib dengan jarak yang berbeda-beda, yang paling dekat saja berjarak kurang lebih 10 KM entah yang lebih dari itu akan tiba pada jam baerapa, semuanya berjalan dalam pengabdian dan gerakan yang penuh pengkhidmatan dan keikhlasan. bismillah.
Jalanan terus di susuri, roda mobil membawanya meninggalkan tempat kediaman menuju tempat yang di tuju, suasana keramaian jalan raya hanya ada di jalur utama penghubung kota-kabupaten dan bahkan provinsi, jalan yang lainnya masuk kepelataran pedesaan yang melewati rumah penduduk, hutan, ladang dalam keadaan sepi yang sesekali ada terlihat riak kehidupan, karena jam menunjukan masih dalam suasana wajar (selesai Isya).
Perjalanan kami telah jauh meninggalkan kediaman asal, ketika masuk pada pelataran hutan, Waze (sebuah aplikasi pemandu perjalanan) terlihat garis biru yang menandakan tidak ada halangan perjalanan dan perjalanan akan tibda pukul 19:56 menit waktu Indonesia bagian Barat (WIB), yang ada kami terlambat jauh dari perkiraan tersebut, kami tiba lebih 1/4 jam lebih dari jam perkiraan.
Kendaraan tak henti-hentinya kami gas, jalan yang berkelok dan menanjak membuat perjalanan kami terlambat, sempat ragu dalam keadaan ditengah hutan, sesekali kami lirik Waze masih berjalan dalam koridor yang benar dan tidak ada komentar kesalahan jalan, perjalanan terus dilanjutkan hingga mencapai pertengahan dari panjangnya jalan yang di susuri, suasana malam membuat mobil melambat selain problem jalanan yang berkelok dan menanjak saja.
Waze terus memandu, lirikan yang kesekian kalinya membuat perjalanan tidak yakin, apakah benar jalannya ke arah ini atau malah menyasar jauh dari tempat tujuan, dalam keheningan malam yang baru masuk suasana malam, kegelapan menghadang, hutan jadi kecemasan dan jalan berkelok dan menanjang jadi semacam ancaman yang harus di taklukan. kecemasan menjadi-jadi, adakah kehiduapn di depan sana?. pertanyaan itu ters bergelayut dalam pikiran dan perasaan.
Pikirannya mengembara kemana saja, bagaimana kalau menyasar jauh dari tempat yang dituju, ini hutan dan ini tidak ada orang, sama sekali tidak menemukan orang, kemana kami minta tolong, kepada siapa dan ke-siapa, dengan kebutuan rasanya tidak penting memikirkan siapa yang akan menolong dan kami akhirnya berserah diri pada khidmat dan tugas menghadiri undangan.
Memohon Pertolongan
Ditengah hutan dimana perjalanan terhenti sejenak, kami memikirkan solusi untuk keluar dari ketirnya perasaan dan kecemasan. kami mengingat tugas mulia yaitu khidmat pada Guru-Guru yang nun jauh sebenarnya sangat mendoakan kita semua, kami kembali pada niat khidmat karena jalan itu akan menjadi jalan terbaik dalam menghadapi berbagai kesulitan.