Oleh: Mulya
Siapa yang tak kenal makana bulat, berkuah, gurih ditambah campuran mie kuning-putih dalam sajian panas di lengkapi saus dan kuah cabe.... Ya itu baso disebutnya. Makanan ini jadi cemilan masyarakat tanpa kelas dan bisa ditemui dimana saja baik di kota besar, kecil, perkampungan dan bahkan gang kecil sekalipun. Alhasil baso tanpa memandang siapapun dan semua mengenalnya.
Varian namanya banyak tergantung siapa yang menghidangkan. Ada Sidodadi, malang, solo, Ujang, Suyud dan lainnya. Nama-nama itu bukan asal-asalan tapi terkadang bawa nama wilayahnya atau nama si pedagangnya yang jelas baso varian namanya banyak.
Sajian baso masuk dalam ukuran sama, yang membedakan hanyalah jumlah isinya saja, terkadang ada yang nambah ada pula yang mengurangi takaran penyajian itu tergantung si Pemesan.
Mangkuk bakso
Yang menjadikan semua orang sama dalam baso ada pada mangkuknya, kenapa demikian?, dari dulu hingga sekarang mangkuk baso didesain oleh kesamaan rasa tiga perusahaan penyedap, ada SASA ada Ajinomoto ada pula cap Jago. Siapapun yang beli baso mereka akan mendapatkan ukuran mangkuk sama.
Haha, ukuran memang jadi nilai keadilan, kita menuntut keadilan dalam ukuran sama walaupun definisi keadilan itu tidak menyebutkan ukuran yang sama itu adil, contoh anak usia 2 tahun pasti dikasih uang jajan 2 ribu rupiah, tapi anak usia 5 tahun dia dikasih 5 ribu rupiah dan inilah nilai keadilan dalam forsi yang mafhum atau di sepakati.
Kembali ke mangkuk, yang adil adalah sajian dimana ukuran mangkuk itu disesuaikan dengan harga dan kemampuan pembeli, jadi adil itu ya ukuran kemampuan bukan ukuran nafsu kemauan. Oleh karena itu mangkuk jadi simbol keadilan. Haha.
Kuah Rasa