Kelangkaan minyak goreng jadi resah masyarakat hususnya kaum emak-emak yang setiap hari menyajikan makanan yang di tanak dengan cara digoreng, mereka berteiak ngantri dan bahkan ada yang kehilangan nafasnya yang kemudian dinyatakan meninggal dunia, ya inilah minyak goreng yang penuh misteri.
Negara kita penghasil Sawit terbesar di dunia, kita mampu ekspor tetapi kita tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam negeri sendiri, sangat ironis bukan... Kenapa ini bisa terjadi, ya entah kenapa dan kita hanya rakyat biasa.
Berbagai TV memberitakannya, bahkan melakukan wawancara dengan para ahli dalam memecahkan pertanyaan itu, tetapi jawabannya tetap abu-abu, tidak bisa dijadikan rujukan dan tidak bisa menjelaskan secara gamblang... Ooh minyak goreng.
Kelangkaan bukan hanya di pulau Jawa pulau Sumatra, Kalimantan dan bahkan Papua sekalipun, tak peduli konplik tapi minyak goreng betapa jadi idola emak-emak untuk dicari dan berani ngantri.
Selama pengamatan kurang lebih dua bulan, minyak goreng tetap setia dengan majikannya, tidak berani menampilkan kemasan yang eksotik, ukuran yang mengemaskan dan terdiam entah dimana.
Emak-emak itu rajanya, majikan utamanya bukan cukong dan bukan pelaku monopoli tetapi majikan utama minyak goreng yang emak-emak yang selalu setia merasakan hangat dan panas ketika menanak makanan kesukaan keluarga.
Penomena lain kelangkaan ini dihadapkan pula pada bulan Ramadhan, dimana harga bahan pokok merangkak naik dan ini bagian dari tradisi dimana Ramadhan tiba makanan pokok ikut berbahagia sebahagia orang yang menyambut puasa.
Minyak goreng turut berbahagia sebahagia kebutuhan pokok lainnya, begitulah Ramadhan menyambutnya.
Aksi pemerintah.
Terdengar sangat miris ketika Mentri perdagangan tak berani memerangi para kartel, cukong dan pelaku monopoli lainnya, pernyataan ini terungkap sangat gamlang ketika rapat dengar pendapat dengan komisi DPR RI yang membidanginya.