Lihat ke Halaman Asli

Prabu Ayesa Hendarwan

Mahasiswa Hubungan Internasional

Pendidikan dan Nalar Kritis Mahasiswa

Diperbarui: 15 April 2021   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan secara harfiah adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Dengan pengertian seperti itu artinya pendidikan adalah kunci dasar dalam pembentukan individu. Berbicara persoalan pendidikan sampai dengan hari ini banyak orang yang salah memaknai arti dari pendidikan itu sendiri, pendidikan yang seharusnya menjadi dasar kita dalam berfikir dan mengembangkan pikiran malah berubah haluan menjadi sekat ataupun batasan untuk kita dalam berfikir. 

Pendidikan dimasa sekarang harusnya mampu menjadikan dan memunculkan orang orang yang dapat berfikir kritis, serta peka terhadap persoalan sosial yang terjadi, tetapi nyatanya malah pendidikan hari ini memaksa kita untuk menjadi mesin industri ataupun robot yang pola pikirnya dibentuk dan hanya dipersiapkan untuk menjadi karyawan atapun pekerja industri.

Seperti yang sudah Kita ketahui bersama, bahwa ruang akademik harusnya menjadi tempat ataupun karpet merah bagi kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi karena hal tersebut adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dan hal yang harus dijunjung tinggi oleh kampus. 

Bicara persoalan kebebasan berpendapat artinya hal tersebut harus sejalan dengan nalar kritis dan argumentasi yang dikeluarkan oleh mahasiswa, pengimplementasian yang paling mungkin yaitu seharuanya bagaimana mahasiswa tersebut mampu mengevaluasi serta menjadi mitra kritik bagi kampus tempat mereka menimba ilmu. Tetapi realita nya sekarang tempat menimba ilmu yang disebut kampus (Perguruan tinggi) tersebut bukan malah menjadi ladang pikiran bagi mahasiswa untuk terus berpikir, melainkan menjadi tempat di kurung nya hak hak kebebasan berpikir dan berpendapat para mahasiswa.

Frans napitupulu dan Sultan Rivandy menjadi contoh, ke 2 mahasiswa dari 2 kampus yang berbeda tersebut pernah menjadi preseden buruk bagi perguruan tinggi yang harusnya menjadi laboratorium pikiran. 

Mereka adalah contoh dari kampus yang "super power" . Frans napitu mahasiswa Unnes tersebut sempat di skors 6 bulan akibat melaporkan kampusnya ke KPK, begitu pula dengan suktan rivandi yang dilalorkan ke pihak berwajib karna membongkar kasus pembangunan asrama yang ada di kampusnya, dan masih banyak lagi contoh ketidakbebasan mahasiswa saat ini untuk menjadi kritis. Maka dari itu timbul pertanyaan dimana seharusnya nalar kritis tersebut harusndidapatkan ataupun nantinya akan di implementasikan, jika tempat kita mengabdi yang harus nya mengajarkan hal tersebut saja anti dengan kritisisme mahasiswa nya sendiri.


Tak pelak saat ini akhirnya Pikiran kritis khsusnya para  mahasiswa  semakin menumpul, sejalan dengan keadan yang dibuat oleh pihak pihak berkuasa dan di dukung pula oleh ketakutan mahasiswa karena adanya ancaman ancaman yang dikeluarkan oleh beberapa pihak, maka seharusnya ruh dari mhasiswa  harus dikambilan sebagaimana mestinya yaitu menjadi mitra kritis bagi siapapun dan menjadi garda yang tetap konsisten dalam menyuarakan hal hal yang dianggap benar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline