Lihat ke Halaman Asli

Tentara Bayaran dan Pengkhianatan Ketua Partai

Diperbarui: 4 Mei 2016   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengakuan Kivlan Zen di program ILC, TVone, dalam perannya membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok pemberontak yang bermarkas di Philipina Selatan, kini memunculkan spekulasi baru tentang kebenaran rumor pengkhianatan ketua partai.

Seperti diketahui public, beberapa jam setelah 10 WNI bebas dari drama penyanderaan. Ketua PDIP, Megawati mengeluarkan statemen, “Ya jelas bebas. Wong sudah dibayar!”

Sementara, pihak Menlu sebagai representasi negara mengeluarkan pernyataan, bahwa pemerintah tidak mengeluarkan tebusan (uang) dalam membebaskan 10 WNI yang di sandera.

Sungguh, dengan perang pernyataan ini, public bingung. Meskipun pihak keluarga sandera tetap dengan bersuka cita menyambut keluarganya yg telah sebulan lebih tak bersua.

Sebagai mantan presiden, tentu Megawati punya informasi valid. Dan saya percaya statemennya! Dipihak lain, pernyataan Menlu Retno pun public juga percaya 100%. Namun, dua pernyataan dari elit negeri ini, justru menimbulkan kekuatiran betapa bahayanya pemerintahan Jokowi ini. Apa lagi pernyataan Megawati ini, dipertegas oleh elit PDIP bahwa statemen Megawati muncul, karena melihat betapa lambannya pihak pemerintah dalam menangani sandera ini. Punya Panglima TNI, Kapolri dan BIN, namun tidak cukup responsive menangani penyanderaan.

Dan, kalau tiba2 ada pensiunan tentara minta restu Megawati menjadi negosiator dalam pembebasan 10 WNI yang disandera, why not? Apa lagi soal biaya dan tebusan telah di siapkan oleh pihak Patria Maritime Line (perusahaan operator kapal Brahma, dimana 10 ABKnya menjadi sandera).

Inilah barangkali yang disebut oleh Tim Kivlan Zen sebagai operasi senyap dalam pembebasan sandera. Sebagai pensiunan tentara dengan segudang pengalaman tempur, plus punya jaringan kuat di kelompok pemberontak di Mindanao, maka sungguh cerdas pihak corporate Patria Maritime Lines memilih Kivlan menjadi soldier of fortune alias tentara bayaran untuk membawa ransum sampai ke pihak penyandera.

Sebagai pensiunan tentara yang berseberangan dengan kubu Jokowi, Kivlan Zen memposisikan dirinya sebagai tentara bayaran. Dus, artinya ia tak punya kewajiban lagi untuk lapor atau sekedar memberi info kepada NKRI, bahwa dirinya pergi ke Philipina dgn misi membebaskan 10 sandera WNI. Namun, rupanya Kivlan zen tidak 100% menjadi tentara bayaran. Ia ambigu dan butuh dukungan politik. Maka, sebelum tawaran dari Maritim Lines diterima, ia minta restu Megawati.

Nah rupanya, dengan  senang hati Megawati merestuinya. Toh, ini misi mulia. Membebaskan 10 WNI dari sandera. Tapi, sudah barang tentu “restu” Mega ini, tidak murah apalagi gratis. Soal, berapa dolar harga restu itu, public tak perlu tahu. Cukup Kivlan, Megawati dan malaikat. Selebihnya kesenyapan.

Dengan analisa demikian, pertanyaannya adalah, Apakah Presiden Jokowi mengetahui operasi senyap model Kivlan-Megawati ini?

Jika referensinya adalah pengakuan Kivlan di ILC, tentu public berasumsi jika Jokowi tidak mengetahui. Di acara ILC yang dipandu Karni Ilyas, Kivlan tidak menyebut peran negara/pemerintah Jokowi. Misi membebaskan sandera adalah murni inisiatif pribadi setelah mendapat tawaran dari Patria Maritime Lines untuk menjadi negosiator dalam membebaskan sandera. Bahkan dengan lantang ia punya jaringan kuat di Mindanao. “Nur Misuari itu saya kenal baik sudah lama. Maka dengan  gampang saya bisa contak dengan penyandera. Dan ternyata, salah satu penyandera merupakan ponakan Gubernur Zulu”, beber Kivlan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline