Lihat ke Halaman Asli

Prabowo Gibran Untuk Indonesia

Mengapa Willem Wandik Memilih Prabowo Gibran

Pamer Jago Debat: Punya Genetika Durhaka - Narcissistic Personality Disorder

Diperbarui: 16 Desember 2023   02:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: gallery willem wandik - setkab.go - dewan pakar TKN Prabowo Gibran Presiden 2024 

Tanah Papua Untuk Indonesia - Akhir akhir ini, kita tentunya tidak lagi dikejutkan dengan fenoma debat capres, dimana terdapat seorang tokoh capres yang mengunggulkan dirinya menjadi "tokoh debat terkemuka" disepanjang perhelatan Pemilu Presiden 2024.. Bahkan "debate activism" itu terus dipertontonkan secara terus menerus, dengan sebuah kebanggaan seolah-olah sedang mengejar "prestasi".. 

Keinginan untuk menjatuhkan orang lain dalam debat, tampak terlihat seperti sebuah perilaku "narsisme", apalagi dapat mempermalukan orang lain di depan "khalayak publik" akan mendatangkan kepuasaan dalam batinnya..

Ini sebenarnya sebuah masalah dan dapat disebut sebagai penyakit psikologi "Narcissistic Personality Disorder".. Dalam kepribadian orang menderita penyakit Narcissistic Personality Disorder tersebut, ditandai dengan sikap seseorang yang selalu ingin membuat mereka terlihat baik "I am the best, while others are not", bahkan jika tindakannya mendorong dirinya harus melukai orang lain atau mengabaikan keberadaan orang lain.. 

Bagi pengidap penyakit psikologis Narcissistic Personality Disorder tersebut, dirinya adalah sebagai pusat perhatian, perkatannya adalah kebenaran yang tidak terbantahkan "maha benar", dengan tidak memandang penting pendapat orang lain..
 

Perlu untuk diketahui, bahwa dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, tidak ada seorangpun yang dapat hidup sendiri dengan mengandalkan dirinya sendiri, terlebih lagi memiliki "mentalitas" dengan suka "menjatuhkan" orang lain..

Sebagai orang tua, yang memiliki anak anak, dengan tanggung jawab mendidik mereka menjadi generasi yang penuh rasa hormat baik kepada diri sendiri maupun terhadap orang lain, kita tentunya, menjadi sangat "khawatir" dengan pertunjukkan aksi "narsistik" seorang pendebat dengan kemampuan merangkai kata kata, berusaha menjatuhkan orang lain.. Apalagi hal tersebut dilakukan di hadapan publik, dan disiarkan dalam program siaran media publik..

Sebagai orang tua, kita tentunya tidak mengharapkan, pertumbuhan mentalitas anak anak kita, di dominasi oleh pemburukan perilaku, dengan suka mendebat lawan bicara, yang mana perilaku tersebut, akan berdampak besar terhadap sistem nilai yang akan berlaku dalam keluarga, terutama, relationship anak terhadap orang tuanya..

Dalam kebudayaan dan juga ajaran normatif dalam setiap Agama "ajaran teologia", selalu menempatkan "sikap saling menghormati/respek" kepada orang lain, terlebih lagi kepada orang yang lebih tua, menjadi sebuah norma yang berlaku dalam tradisi pendidikan karakter dan mentalitas anak anak kita..

Seorang Ibu dan Ayah, tentunya akan bangga dengan anaknya yang dapat mencapai prestasi tertentu dalam kehidupannya, sebut saja dapat menyelesaikan pendidikannya ke jenjang Universitas, namun, tidak menghendaki anak kesayangnnya itu, untuk mempraktekkan sikap "suka mendebat" orang tuanya, bersikap "tidak respek" terhadap keluarga, karena memandang dirinya sebagai anak yang terdidik dan berprestasi di Universitas..

Tentunya setiap orang tua yang mendidik anak-anaknya, bukanlah bermaksud menjadikan anaknya, sebagai seorang anak yang pintar berdebat dan memantik permusuhan dengan keluarganya sendiri dan bahkan terhadap lingkungan masyarakatnya..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline