Talcott Parsons merupakan salah satu tokoh yang turut mengembangkan perspektif Struktural Fungsional. Talcott Parsons lahir di Colorado Spring pada 1902 dalam keluarga religius dan intelektualis. Ayahnya seorang pendeta sekaligus profesor yang kemudian menjadi Rektor di sebuah perguruan tinggi. Pada tahun 1924, Parson mendapat gelar Sarjana pada Universitas Amherst dan mempersiapkan disertasi di London School of Economics. Ia mengajar di Universitas Heidelberg dan Harvard pada tahun 1927.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya 1937 Parsons menerbitkan karya pertamanya yang berjudul The Structure of Social Action sekaligus didaulat menjadi kepala pada Jurusan Sosiologi di Universitas Harvard pada 1944. Dua tahun kepemimpinannya, Parsons membuka Departemen Hubungan Sosial di Universitas tersebut. Seiring berjalannya waktu, Parsons mulai mendalami perannya menjadi tokoh dominan sosiologi Amerika hingga sempat dikritisi oleh banyak pemikir radikal kiri sebab pemikirannya yang terlalu sulit dipahami. Meski begitu, pemikiran Parsons terus digeluti dan dijadikan kiblat berpikir tokoh-tokoh sosiologi dalam melihat masyarakat.
Dalam keilmuan Sosiologi, Parsons menyumbangkan pemikirannya melalui perspektif Struktural Fungsional. Pada analoginya, masyarakat bersatu atas kesepakatan-kesepakatan yang telah mereka buat dan diibaratkan sebagai organ tubuh manusia yang saling berhubungan satu-sama lain. Sehingga, jika terdapat suatu masalah di antara mereka, akan berpotensi untuk mengganggu kerja organ lain.
Dalam hal ini, saya ambil contoh kasus empirik yang pernah terjadi di kelas saya semasa SMA dulu. Saat itu, ketua kelas kami, inisial S diberi amanah untuk memilih peserta lomba oleh teman-teman OSIS. Namun, menjelang hari perlombaan tersebut, S tidak kunjung memberikan daftar peserta lomba. Ia malah memilih untuk pergi kongkow bersama rekan-rekannya. Ke-tidakprofesional-an S sebagai ketua kelas membuat seluruh teman di kelas kami terpecah menjadi dua kubu yang saling serang, sebab ada kubu yang memihak pada S, ada juga kubu yang kecewa pada kinerja S dan berujung pada konflik internal yang berkepanjangan hingga menjelang kelas 12.
Ibarat sistem pencernaan, S saya analogikan sebagai lambung yang bertugas untuk mengolah makanan, sementara teman-teman saya analogikan sebagai organ lain seperti usus, mulut, dan lain-lain. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa ketika lambung kita bermasalah, maka makanan yang telah diproses oleh mulut sampai kerongkongan tidak akan terurai secara maksimal sebab lambung tidak menjalankan fungsinya dengan semestinya.
Aktor dan sistem sosial, menurut Parsons aktor merupakan kombinasi dari nilai-nilai dan orientasi yang diperoleh pada derajat yang penting dan menjadi fungsi struktur peran dan nilai-nilai dominan dalam sistem sosial. Individu menjadi aktor sosial tidak lepas dari proses sosialisasi. Dari sosialisasi ini, seorang individu akan memiliki orientasi dan tujuan terhadap masyarakatnya. Sementara sistem sosial merupakan gabungan beberapa aktor yang saling berinteraksi dan memiliki motivasi untuk mencapai kepuasan yang dimediasi dalam simbol bersama yang terstruktur secara kultural tertentu. biasanya berbentuk nilai, norma, budaya. Jadi di dalam sistem sosial, terdapat empat komponen penting, yaitu aktor, interaksi, lingkungan, optimalisasi kepuasan, dan kultur si aktor.
Dalam sistem sosial, aktor harus memelihara nilai dan norma melalui proses sosialisasi dan internalisasi. Pada proses sosialisasi, seorang aktor akan ditanamkan nilai dan norma oleh masyarakat. Setelah sosialisasi dilakukan, aktor akan mulai memiliki nilai dan norma yang kemudian dikuatkan melalui proses internalisasi sehingga nantinya para aktor yang telah melalui proses internalisasi akan memiliki kesadaran kolektif yang akan mempertahankan nilai dan norma kolektif. Melalui pandangan Parsons, kita akan melihat bahwa seorang aktor memiliki tindakan sosial yang selalu diatur dan diarahkan oleh tujuan melalui bimbingan nilai dan norma yang telah mereka pegang. Sehingga dalam pandangannya, tindakan sosial seorang aktor akan mengarah pada tindakan yang bersifat motivasional (ditujukan untuk memenuhi tujuannya sendiri) dan tindakan yang berorientasi pada nilai (ditujukan untuk mengikuti nilai yang telah dipegangnya).
Guna bertahan hidup, Parsons mengatakan bahwa masyarakat harus menjalankan empat subsistem yang didefinisikan sebagai AGIL. Di mana A berdiri untuk Adaptasi, yang dimaksudkan bahwa sistem harus mampu mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar dan menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhannya. Kemudian ada G yang berdiri untuk Goal Attainment, yang artinya sistem harus mendefinisikan dan mencapai seluruh tujuan utamanya. Yang ketiga ada I yang berdiri untuk Integration, artinya sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, juga mengatur hubungan antarketiga imperatif fungsi yang lain A, G, dan L. Kemudian yang terakhir ada L atau latensi, artinya sistem harus mampu melengkapi, memelihara, dan memperbarui motivasi individu dan pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Dalam sebuah masyarakat, Parsons menjabarkan sistem ekonomi, politik, sosial, dan budaya menjadi komponen utama yang dapat mempertahankan masyarakat itu sendiri. Di mana, subsistem ekonomi melaksanakan fungsi adaptasi guna menanggulangi keadaan gawat yang datang dari luar masyarakat. Biasanya sistem ini akan melaksanakan produksi dan pendistribusian barang. Kedua, sistem politik melaksanakan fungsi goal attainment di mana diimplementasikan melalui pembagian kekuasaan yang sah, sebab jika tujuan tidak diplot-plotkan ke dalam kekuasaan yang sah, masyarakat akan terpecah dan saling ingin mendahulukan tujuan individual maupun tujuan golongannya. Ketiga, fungsi integrasi dijalankan oleh sistem sosial dan hukum dengan menjaga heterogenitas yang ada agar tidak terjadi perpecahan. Yang terakhir, guna mempertahankan pola dan struktur masyarakat, sistem budaya akan mengambil alih guna menjaga nilai dan norma yang telah disepakati dan menjaga kelestarian struktur masyarakat.