"Dok, Saya tidak diijinkan terbang karena "rapid test antibody covid-19" kemarin positif. Padahal Saya bulan lalu sudah sembuh, dua kali pemeriksaan pulasan hidung dan mulut ( swab PCR-polymerase chain reaction) virusnya negatif." Tanya pasien saya yang mau bertemu keluarganya di Jakarta lewat "washap".
"Ada gejala sakit atau tidak, Bu?"Tanyaku pada Pasien 30-an tahun itu dan dijawabnya tidak ada gejala demam, batuk-pilek, sakit tenggorokan apalagi sesak.
"Memang kalau rapid test positif, harus dilanjutkan dengan pemeriksaan swab, tetapi mungkin saja antibodi ibu tetap ada sampai bertahun-tahun."Saya jelaskan yang membuatnya sepertinya kesal.
"Bagaimana mungkin harus selalu tes PCR yang biayanya 3 jutaan setiap mau terbang? Lagipula tidak enak, Dok, hidung dan mulut dicolok dalam-dalam begitu." WA-nya lagi.
Lalu saya hanya dapat memberi surat keterangan ke pihak terkait menjelaskan bahwa si pasien sehat dan pernah sakit covid 19 tetapi sembuh dengan PCR negatif sebulan lalu, saat ini rapid test antibody positif mungkin hanya antibodinya saja. Apakah ini dapat diterima? Saya belum dapat kabar lagi dari yang bersangkutan.
Berbeda lagi dengan teman saya di kebidanan dan penyakit kandungan, ada pasiennya mau melahirkan dan ada indikasi operasi, tetapi dua bulan lalu pernah menderita covid 19 tetapi sembuh dan swab PCR-nya sudah negatif. Saat ditapis di rumah sakit, rapid test antibody covid-19-nya positif juga dan tidak diperbolehkan operasi disana kecuali periksa swab. Akhirnya setelah pemeriksaan swab PCR, virusnya negatif dan operasi diijinkan.
Bayangkan ada 200 ribu atau mungkin 1 juta orang yang nanti sampai vaksin dapat diberikan, mengalami hal seperti ini, terjebak dengan antibodinya sendiri. Setiap mau melakukan kegiatan yang butuh syarat tes rapid, pasti terkendala karena memang positif lama sekali sampai bisa seumur hidup. Kalau pemeriksaan swab gratis atau sekitar 10 ribuan, okelah, mau setiap hari atau 3 kali sehari pasti ada yang mau. Tetapi kalau pemeriksaan itu harganya 3 juta, siapa tahan?
Mungkin perlu evaluasi lagi penggunaan cara penyaringan pasien mau operasi dan orang mau terbang dengan rapid test antibody covid-19 ini, berikan pengecualian untuk pasien yang pernah sembuh dari covid 19 dengan tanpa gejala, karena kemungkinan besar imunoglobulin (terutama imunoglobulin G) yang terdeteksi itu adalah kekebalan bukannya malah penyakitnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H