Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Ini Bukan Preminum, Ini Premium

Diperbarui: 7 Juli 2020   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mana yang preminum ,mana premium (dok.pri.)

Berawal dari kemarin, ketua gugus tugas Kompasiana Palembang, Umek panggilan sayang kami pada bu Elly Suryani yang dengan bahagianya bercerita tentang ada gelar atau kasta baru di Kompasiana yang namanya "premium". Nah, lho. Di sela-sela capek mengurusi pasien virus corona yang sepertinya tetap ada walau keganasannya tidak sefatal 2 -3 bulan yang lalu, sayapun tertarik ikuti obrolan di "WA grup" Kompal yang percakapannya ramai, tumpang tindih antara virus, minyak kayu putih, pelakor dan si premium.

Penasaran saya klik, harganya 25 ribu sebulan dan kalau setahun jadi 276.000 yang seharusnya 300.000, ada kortingannya, okelah, saya timbang-timbang 10-15 detik lalu saya putuskan "joint".

Terlepas dari kontroversinya, saya pikir ini salah satu "exit window" yang cocok bagi saya yang tidak suka lihat iklan rokok atau iklan yang rada seksi di Kompasiana dan harganya itu termasuk murah untuk setahun karena beli tiket masuk musium patung lilin Madame Tussauds di Singapura saja, untuk buat foto seperti di atas, harganya 335.000 rupiah perorang untuk sekali masuk yang biasanya kita cukup betah disana 2-3 jam.

Dan bagi saya menulis sudah menjadi hobi kalau tidak mau disebut candu. Saya ingat sejak SD bermimpi menjadi penulis yang tulisannya dibaca banyak orang di Indonesia bahkan di dunia, waktu itu hanya novelis atau sastrawan dan wartawan yang berkelas nasional atau internasional yang berhak ada namanya di koran atau toko buku tingkat global, tetapi sekarang dengan adanya "citizen journalism" maka penulis gagap dengan gaya penulisan nyablak seperti sayapun dapat sesekali memviralkan ide kalau kebetulan banyak yang suka judulnya.

Lagipula 10 tahun berkompasiana saya merasa sudah lumayan beberapa kali dapat duit dari jejaring ini dan sudah seperti keluarga, walau terkadang serasa jauh tetapi silahturahmi tetap jalan. Sejak jamannya om Pepi, om Isjet dan om Uyuy sekarang saya tidak pernah merasa diasingkan apalagi dimusuhi karena pada dasarnya saya ini orangnya jinak, kok.

Nanti juga pihak admin akan evaluasi apakah program ini menguntungkan atau membuat batu sandungan, tetapi inovasi dimana-mana tetap perlu, karena setiap orang harus keluar dari zona nyamannya di era yang subnormal ini.

Setuju?

sumber: Dokumentasi KOMPAL




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline