Pandemi virus corona yang sudah memakan korban di seluruh dunia lebih 3 juta penderita dan puluhan 250 ribuan kematian. Di Indonesia sendiri yang terkonfirmasi positif covid-19 melalui tes PCR swab mulut dan hidung mencapai lebih 12 ribu dan 870-an kematian sampai malam ini.
Di antara mereka, ada puluhan dokter atau perawat yang meninggal dunia dengan terkonfirmasi positif selama pandemi ini walaupun tidak semuanya yang merawat langsung pasien covid-19. Ada yang meninggal karena tertular oleh aktivitas di luar medis.
Beberapa hal yang memungkinkan kematian terjadi pada dokter dan paramedis adalah:
1. Faktor komorbid, yaitu penyakit atau kelemahan tubuh yang bersifat lama atau menetap pada seseorang yang membuat virus corona cepat berkembang dan mengganas, antara lain umur tua, penyakit diabetes melitus, penyakit pernapasan menahun, dan kurang gizi atau kelelahan.
2. Alat pelindung diri (APD) yang kurang, baik jumlah atau kelengkapannya. Baju Hazmat yang asli sebenarnya harus berbahan khusus dan sangat "njelimet" asesoris lainnya, seperti sarung tangan, sepatu bot, "face shiled", kaca mata khusus dan masker khusus.
Perlengkapan ini pun idealnya sekali pakai dan langsung dimusnahkan kalau berhadapan dengan kuman yang sangat infeksius.
Membuka APD-pun harus sama hati-hatinya dengan memakainya. Jadi kalau 8 jam waktu dinas maka selama itu pula semua alat tersebut terpasang. Ada beberapa penelitian yang menyebutkan tertularnya petugas kesehatan justru terjadi di ruang ganti APD atau karena pemakaian APD yang tidak tepat.
3. Kejujuran pasien, terkadang pasien tidak mau jujur ada resiko tertular virus karena baru dari tempat yang banyak virusnya atau kontak erat dengan penderita covid-19, sehingga dokter yang memeriksa tidak memakai APD lalu tertular.
4. Dilema rapid test (RT) Covid-19, di mana ada kemungkinan "false negatif". Dokter memeriksa pasiennya yang hasilnya RT negatif, lalu tidak waspada dan melepas APD, padahal si pasien sebenarnya positif hasil swabnya.
Mungkin saja dia negatif RT karena imunitasnya sedikit jadi tidak terbentuk antibodi atau saat diperiksa RT baru terinfeksi 1-2 hari padahal antibodi baru diproduksi hari ke-5.
Apapun penyebabnya, hal ini membuat semacam ketakutan semua petugas kesehatan akan virus ini yang berimbas kepada perubahan tata cara memeriksa pasien.