Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Pementasan Teater Koma "Goro-goro" Saat Politikus Jahatpun Tetap Harus Dinasehati

Diperbarui: 27 Juli 2019   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendukung pentas (Dok. Pri.)

Teater Koma pimpinan N.  Riantiarno dan pendamping setianya ibu Ratna Riantiarno (bukan Ratna yang itu, tuh...) sudah 42 tahun berkarya mewarnai seni pertunjukan di Indonesia. 

Sejak 25 Juli sampai 4  Agustus  2019 nanti diadakan pementasan "Goro -goro Mahabarata 2" yang merupakan produksi ke 158  teater ini di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki,  Cikini,  Jakarta. 

 

Semar, Gareng, Petruk, Bagong (dok. Pri.)

Penekanan pementasan kali ini adalah peran punakawan yang diwakili Semar (titisan Batara Ismaya, diperankan Budi Ros) dan ketiga anaknya Gareng, Petruk dan Bagong yang melayani kerajaan yang rajanya bijaksana sebaliknya punakawan Togog (titisan Batara Antaga, pemeran Bayu Dharmawan Saleh) yang sudah takdirnya melayani raja angkara murka,  raja raksasa yang susah dinasehati.  

Keduanya adalah anak Hyang Tunggal,  Dewa Pertama di dunia wayang. Tugas mereka adalah memberi nasehat bagi raja yang analoginya adalah politikus atau penguasa saat ini baik yang bijak maupun yang jahat atau rakus. 


Namun ada alur lain dimana diceritakan asal muasal terjadinya tanaman padi yang merupakan wujud Dewi Lokawati (diperankan Netta Kusuma Dewi) yang dikutuk Betara Guru raja kahyangan (dilakoni Slamet Raharjo Djarot) karena tidak mau menjawab pertanyaannya untuk menjadi istrinya. 

Betara Guru yang sedih memutuskan mengirim padi ini ke marcapada atau dunia wayang untuk ditanam penuh rasa cinta sehingga membuat rakyat yang mengelolanya dapat kenyang dan sejahtera. 

Betara guru mengutuk (Dok. pri.)

Plot lain menceritakan bagaimana terjadinya hama padi seperti tikus atau belalang dan bagaimana caranya membasmi hama tersebut yang titisan Batara Kala (diperankan oleh Hengky Gunawan) yang memimpin kerajaan raksasa yang rajanya Bukbangkalan (diperankan  Idries Pulungan)  yang mencari Dewi Srinandi (Tuti Hartati) yang cantik anak Betara Wisnu (Rangga Riantiarno) dan Dewi Sri Sekar (Ratna Riantiarno) yang menyamar menjadi padi karena tidak mau diperistri Batara Kala yang mau poligami. 

Dewi Srinandi minggat dari kahyangan ke bumi untuk menemui saudaranya yang menjadi raja di Medangkamulyan (juga diperankan Rangga Riantiarno yang di kisah ini memerankan 3 tokoh) yang berlimpah hasil padinya dan sudah bosan di kerajaan langit.

Lucunya mencari alamat si kakak sang Dewi Srinandi memakai "google map" yang "adminnya" tidak jelas.


Ketiga alur ini diramu Riantiarno dalam belasan adegan yang dipisahkan oleh 12 lagu yang ditulisnya sendiri, walaupun aransemennya dibantu para komposer yang turut serta dalam proyek ini. Audiovisual yang canggih dengan latar belakang panggung yang cepat berpindah-pindah di tiap adegan dengan tarian yang energik terkadang lucu membuat saya yang baru tiba di Jakarta sore harinya tidak mengantuk selama 4 jam pertunjukan pukul 19.30-23.30 malam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline