Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Mesin Cuci Darah untuk Pasien dengan Penyakit Hepatitis dan HIV Harus Dipisah

Diperbarui: 3 Januari 2019   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: lifestyle.kompas.com

Hemodialisa adalah cuci darah dengan menggunakan mesin, cara lain adalah peritoneal dialisis yang dilakukan mandiri oleh pasien (tidak dibahas di tulisan ini). 

Metodenya adalah menarik semua darah pasien dari tubuh, mengalirkannya ke dializer yang mampu menyaring racun sisa metabolisme seperti kreatinin, ureum, mineral berlebihan, sisa obat dan pecahan sel-sel tubuh lainnya menggantikan fungsi ginjal si pasien. Darah yang sudah tersaring dikembalikan ke tubuh pasien lagi.

Cuci darah ini dilakukan kalau telah terjadi kegagalan ginjal baik mendadak (akut) ataupun kronis (berlangsung lama). Gagal ginjal akut yang tersering disebabkan karena keracunan alkohol atau obat-obatan dosis tinggi (termasuk kemoterapi) serta infeksi berat. Sementara yang kronis biasanya karena hipertensi tidak terkontrol, batu ginjal, diabetes melitus, lupus, serta pemakaian obat-obatan yang berlangsung lama tanpa terkontrol, misalnya anti nyeri.

Skema cuci darah (dokumentasi pribadi)

Beberapa indikasi cuci darah, antara lain:

1. Ureum lebih 200 mg/dL dan atau kreatinin lebih 10 mg/dL.
2. Pasien gagal ginjal dengan sesak berat.
3. Pasien keracunan alkohol berat.
4. Tes pengeluaran kreatinin kurang 15 milimeter/menit
5. Kadar kalium lebih dari 7 mg/L

Sebelum melakukan cuci darah, diperlukan proses pemisahan atau penyaringan si pasien apakah memiliki penyakit yang dapat menular melalui darah, yaitu hepatitis B, hepatitis C serta HIV.

Pasien yang memiliki penyakit-penyakit tersebut tidak boleh disamakan mesinnya dengan pasien yang "bersih" dari penyakit darah. Jadi pasien berpenyakit hepatitis B ada mesin sendiri, pasien hepatitis c ada mesin sendiri, pasien HIV ada mesin sendiri. Bila si pasien ada komplikasi hepatitis C dan HIV, maka seharusnya punya mesin sendiri.

Kalau sebuah rumah sakit tidak sanggup menyediakan semua mesin untuk yang ada penyakit darahnya, maka si pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih lengkap.

Selang dan dializer cuci darah ada yang sekali pakai dan ada yang beberapa kali pakai. Yang dipakai beberapa kali harus untuk pasien itu sendiri dan biasanya hanya sampai 7 kali. Setelah pemakaian 7 kali, biasanya kualitas penyaringan dializer di bawah 80% dan ini akan mengurangi jumlah racun yang seharusnya dibuang.

Unit mesin cuci darah di setiap rumah sakit harus memiliki perawat terlatih, dokter jaga terlatih dan disupervisi oleh konsultan ginjal dan hipertensi yang ada di setiap propinsi. Proses dan penggunaan alat-alatnya sangat ketat dan dapat dicabut izinnya bila terjadi kelalaian yang menyebabkan tertularnya penyakit darah pasien "bersih" dengan hepatitis atau HIV.

Untuk itu, jagalah kesehatan ginjal dengan minum air putih yang cukup kurang lebih 8 gelas sehari, jangan merokok, jangan minum alkohol, cukup tidur 8 jam sehari, jangan makan obat atau minuman berenergi sembarangan dan berolahraga yang cukup tidak berlebihan.

Cek kesehatan setahun sekali juga penting, minimal gula darah dan creatinin darah serta protein di urin. Kalau ada kelainan, segeralah ke dokter spesialis penyakit dalam.

dari FB Kompal




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline