Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Bedah Novel "Phi" Karya Pringadi Abdi Surya yang Pernah Batal Terbit Karena Menolak Revisi

Diperbarui: 16 Oktober 2018   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pringadi (baju hitam, dok.pri.)

"Terakhir, saya bertemu penerbit ini yang mau menerbitkan tanpa revisi lagi, barulah novel "Phi" ini jadi..." Kata mas Pring, penulis yang telah menyimpan naskah ini sejak 2014, tentang pengalaman hidupnya sebagian di Palembang, Bandung dan Sumba Nusa Tenggara Barat.

Dia menyertakan buku ini pada perlombaan di Dewan Kesenian Jakarta 2014 dan mendapat apresiasi yang cukup baik, selanjutnya memberanikan diri mengajukannya ke penerbit.

Disuruh revisi dilakukannya, lalu saat mau diterbitkan, batal. Pindah ke penerbit lain, juga sama, minta direvisi, mau diterbitkan, batal. Terakhir ada penerbit selanjutnya berminat, minta direvisi juga, Pringnya sudah tidak mau dan otomatis batal.

Akhirnya yang terakhir inilah penerbit yang mau menjadikan si novel tanpa didandani lagi. "Deal", lanjutkan!

 

dokpri

Buku "Phi" cukup unik, terutama untuk yang dahulu SMA-nya jurusan A1, A2 atau IPA dan yang kesengsem pengen kuliah di ITB yang konon dihuni putra-putri terbaik bangsa ini. Ada istilah dan percakapan ilmiah yang tidak lazim dan kisah cinta  yang sangat filosofis, suatu "dejavu", seperti sudah kenal dan lihat dan merasa berjodoh sebelum bertemu.

Pada intinya, menurut mas Pring, "Phi" adalah angka 1,618 sekian-sekian, tentang segala sesuatu di bawah matahari sudah ada ketetapannya, tidak ada yang baru, tetapi kita harus membuat pembaharuan sedikit sebagai pembeda.

Ilmu filsafat, rumus fisika, rumus algoritme bahkan penyimpangan Hukum Mendel diramu di novel ini dengan gaya "flash back" yang mengasyikkan.

Para pengunjung bedah buku ini dari komunitas Litetasi Jalanan Palembang banyak menanyakan proses kreatif pembuatan novel, buku puisi dan cerpen sebelumnya dan cita-cita kedepannya.

Pringadi yang lahir tahun 1988 ini mungkin suatu saat akan meninggalkan PNS-nya di Departemen Keuangan dan "fulltime" menulis bila sudah siap moril maupun materiil. Tetapi selagi dunia literasi kita masih sulit diselami bisnisnya, tidak jelas pembayarannya,maka tidaklah berani profesional sepertinya banting setir jadi sastrawan. Setuju saya kalau prinsip yang satu ini.


Okelah, selamat Pringadi untuk novel barunya, mudah-mudahan jadi "best seller". Kami dari Kompasianer Palembang dan Kompasianer non Palembang mendoakan. Setuju?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline