"Parah, dok. Saya duduk di VIP (Very Importan Person), sepulang dari Opening Ceremony Asian Games, sampah di tribun ini banyak banget, padahal orang-orangnya yang duduk di sini biasanya penting-penting posisinya dan berpendidikan biasanya..." keluh seorang Kompasianer Palembang (KOMPAL) yang karena memenangkan lomba penulisan tentang Asian Games 2018, berkesempatan meliput acara tersebut secara langsung.
Mungkin aksi "heroik", simpatik nan mengharukan ini terinspirasi penonton Jepang di piala dunia 2018 yang selalu membersihkan sampah di seluruh stadion sesudah kesebelasannya bertanding memang atau kalah tidak masalah dan apakah aksi ini berefek pada penampilan kesebelasannya yang cukup "menggila" di Rusia kemarin? Siapa bisa tahu.
Budaya bersih di Jepang sudah di alam bawah sadar, karena sekolah-sekolah TK sampai menengah di Jepang kabarnya tidak memiliki petugas kebersihan khusus di sekolah karena murid-murid semualah yang membersihkan sekolah sesudah mata pelajaran selesai.
Disana, murid tidak harus pintar berhitung, menghafal atau cekatan dahulu soal seni, tetapi harus berprilaku disiplin dan baik dahulu, alias karakternya harus terbentuk dahulu barulah dibuat pintar.
Ini saya alami saat makan di sebuah restoran di Jepang, saat selesai makan mau "ngelonyor" pergi, orang sebelah saya menegur dan meminta saya mengangkut sampah sisa makan ke kotak sampah. Agak malu sedikit tetapi saya merasa layak dipermalukan, karena berjorok-jorok di negeri orang.
Akankah budaya dan karakter pungut sampah ini menular ke negeri kita? Misalnya di penutupan Asian Games 2018 nanti, tanggal 2 September 2018, penonton Indonesia di tribun VIP atau tribun festival sekalipun berlomba-lomba memungut sampah di bangkunya bahkan di seluruh stadion Gelora Bung Karno bila perlu dan aksi itu disiarkan langsung oleh atlit-atlit seluruh Asia. Heboh,kan?
Mungkin ini motivasinya "narsis" dahulu supaya masuk YouTube dan kalau viral mungkin saja dapat uang puluhan juta rupiah dari pengacara kondang atau presiden buat sekedar beli permen, tetapi minimal kalau dapat memotivasi yang bagus sih kenapa tidak?
Siapa tahu, karena motivasi yang agak "matrek" ini, lama kelamaan seluruh masyarakat jadi gemar bebersih di acara-acara seremonial, sambil menunggu kurikulum pendidikan bebersih dan pendisiplinan anak-anak TK-SD kita dapat seperti negara Jepang. Karena mengubah budaya jorok kita ini mungkin perlu 50 tahun, hilang dahulu 1 generasi jorok untuk tergantikan generasi baru yang pembersih.
Setuju?