Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Memaknai Merdeka dalam Pernikahan

Diperbarui: 19 Agustus 2018   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernikahan Amin dan Ami (dok. Pri)

"Sah? " Tanya kepala KUA (Kepala Urusan Agama) setempat,  di kota Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,  kira-kira 2 jam dari kota Jambi. 

"Sah" Kata dua orang saksi kedua mempelai yang salah satunya adalah pak Wakil Bupati disana. 

Pernikahan yang diadakan tanggal 18 bulan 8 tahun 2018 di kota yang 9 jam jauhnya dari kota Palembang ini saya datangi karena yang mengundang adalah pak Mazril dan bu Endang,  induk semang istriku saat menjadi dokter gigi PTT di rumah sakit sana,  tahun 1998 sampai 2002.

Mereka menikahkan putri pertamanya Ami dan sangat berharap anak-anak angkatnya selama PTT (Pegawai Tidak Tetap) datang. 

Istriku yang terpanggil akan datang,  berjanjian dengan temannya dokter di Bandung untuk hadir,  awalnya mau pergi sendiri,  tetapi sebagai suami saya tidak tega,  maka kami dan anak-anak pun mengawal mamanya kesana. 

Sekeluarga ke kondangan (dok. Pri.)

Seperti pesan pak Penghulu,  bahwa suami istri sudah merdeka dan bebas bergaul,  berhubungan karena sudah "halal" tetapi ternyata ada kewajiban dan tanggung jawab oleh masing -masing pihak,  terutama suami kalau tidak menafkahi istri dalam kurun waktu tertentu dapat digugat cerai istrinya ke KUA (ralat: Pengadilan Agama).  

Bersama mempelai (dok. Pri)

Merdeka di satu sisi,  menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab di sisi lain,  berarti siap merdeka maka siap membangun dan bekerja mengisi kemerdekaan itu. Kemerdekaan bukan akhir ternyata, tetapi awal sebuah perjuangan baru yang kalau tidak dilaksanakan akan dapat "digugat" oleh yang meminta "dinafkahi".

Belajar dari kata merdeka di acara pernikahan di Kuala Tungkal ini,  marilah berhenti menuntut merdeka sebagai sebuah akhir perjuangan,  karena itu sebenarnya awal dari perjuangan baru,  perjuangan yang lebih dewasa bukan lagi permainan kanak-kanak dan romantisme pacaran. 

Bersama tulisan ini saya sampaikan selamat menempuh hidup baru kepada kompasianer Irmina Gultom, tadi siang di Jakarta. Semoga bahagia sampai punya anak cucu dan "saur matua".

Dari FB Kompal




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline