Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Cerpen | Obati Sesak Napasnya, Dok Minggu Depan Dia Jadi Pengantin

Diperbarui: 15 Mei 2018   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengobati calon pengantin (ilustrasi pribadi)

"Berapa lama sudah sesaknya?" Tanya dokter Ian, yang bekerja di kliniknya sore itu, si gadis kecil yang masih lugu itu mengeluarkan suara mengi yang lirih, seperti ada anak kucing menangis sedih di dadanya yang mungil dan payudaranya belum tumbuh, masih rata seperti anak-anak kecil biasa.

"Sejak kecil, sih, Dok. Tetapi sering kambuh waktu kami merantau ke luar negeri dua tahun, disana banyak debu dan asap. Bapaknya anak-anak relawan di medan perang."Cerita ibu usia empat puluh tahunan itu sangat khawatir kesehatan anaknya.

"Tentara?" Si dokter penasaran. Memangnya negeri ini sedang perang dengan negara lain? Dan apakah perang boleh membawa anak-istri?

"Bukan, Dok. Eh, maaf, tidak usah dibahas lagi, Dok. Pokoknya dia harus sehat minggu depan, tolong,ya...."Kata si ibu gugup. Dia seperti menyesal bicara terlalu banyak.

"Umurnya masih 9 tahun, Bu. Ibu tidak salah menjadikan dia pengantin?"Dokter Ian terheran-heran, alasan si ibu mau mengobati sesak karena si anak mau dikawinkankah? Kalau pengantin sunat, biasanya anak laki-laki, anak perempuan mungkin saja disunat, tetapi jarang dipestakan.

"Ya, kalau memang sudah waktunya, kita tidak dapat menolaknya. Tetapi maaf, Dok. Saya tidak dapat menjelaskan lebih banyak lagi. Saya boleh tebus resepnya untuk 1 minggu, Dok?" Si dokter yang kebingungan itu mengangguk dan meresepkan obat asma, antibiotik dan pengencer dahak untuk waktu yang diminta dengan nasehat jangan dekat asap rokok, debu, bulu binatang terutama bulu kucing dan serbuk sari bunga-bungaan serta jangan makan goreng-gorengan, jangan minum yang dingin dan jangan makan makanan laut.

Si ibu menyanggupinya, dengan kasih sayangnya memegang tangan si gadis kecil calon pengantin keluar tempat praktek dengan masih terbatuk dan mengi dan tatapan mata murung, sedih seolah ingin bicara ke si dokter tentang isi hatinya.

"Ada yang salah...Tapi apa?" Tiga hari berturut-turut dokter Ian selalu teringat si gadis kecil usia 9 tahun itu. Pernikahan usia dini dia maklumi di desa-desa, tetapi itu sesudah gadis remaja, diatas 12 tahunlah.  Tetapi usia 9 tahun, menjadi pengantin, apakah harus dia laporkan ke Komisi Perlindungan Anak?

Hari keempat dia sudah melupakan kasus itu, akibat adanya beberapa kasus diare yang sering timbul di awal musim kemarau yang memaksanya merawat 3 orang di klinik rawat inapnya dan beberapa hari kemudian akhirnya berita di televisi itu mengingatkannya kembali pada si gadis kecil.

Berita ledakan bom tidak jauh dari tempat prakteknya dan dilakukan oleh satu keluarga dan salah satu pelakunya gadis kecil usia 9 tahun yang wajahnya tidak dapat dia lupakan.

"Seharusnya aku bisa mencegahmu jadi pengantin...Seharusnya aku dapat melaporkan kata-kata pengantin itu pada yang berwenang......Seharusnya kau tidak perlu mati untuk membuat yang lain mati...."Tak terasa air mata dokter Ian mengalir, seharusnya dia lebih peduli dengan tatapan mata murung itu dan menyelamatkannya, menyelamatkan yang lainnya...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline