"Ko, jangan dikasih coklatnya lagi, Irvan makani juga bungkus kertasnya...."Teriak kecil mbak Siti Palembang, anggota Kompasianer Palembang yang rajin ikut aktifitas membawa anaknya yang bulan Maret nanti baru 2 tahun.
"Wah, sudah dibukain, tadi bungkusnya, kenapa masih dikunyah, ya?" Tuan rumah Imlek hari ini ko Deddy Huang pun setengah kaget, setengah tertawa melihat kelakuan anak imut itu.
Umur dibawah 3 tahun memang kecenderungannya anak-anak makan apa saja yang disentuh dan bentuknya menarik.
Kalau dilihat bentuknya, maka isinya hanya terlihat berwarna coklat, rasanya saja yang manis, tetapi bungkusnya ada yang warna keemasan, perak dan sekilas lebih memikat. Kalau tidak dibuang jauh-jauh bungkus coklatnya, hanya dibukakan dan coklat masih diberikan pada anak kecil diatas bungkusnya, besar kemungkinan kedua-duanya dimakan.
Sebenarnya, kertas yang dibuat dari bubur kayu dan dicampur dengan beberapa zat perekat, dapat dicerna oleh asam lambung manusia tergantung komposisi si kertas dan tergantung keasaman HCl (hidroclorida) di perut si anak.
Tetapi kalau dibiarkan makan kertas, dapat saja menjadi semacam kegemaran yang namanya pica, suka makan sesuatu yang bukan makanan karena sensasi menyenangkannya. Lama kelamaan lambung juga pasti "uring-uringan" dikasih barang yang bukan "jatah" dia untuk melumatnya.
Maka sebaiknya memang setiap makanan berbungkus dibukakan oleh orang yang lebih dewasa, diperhatikan saat dia mengunyah, atau potong lagi kecil-kecil kalau ukuran makanan dapat saja menutupi kerongkongan kalau ditelan langsung semua dan menutupi saluran napas. Bungkusnya, dilipat dan dibuang ke kotak sampah.
Semoga bermanfaat bagi yang punya "batita".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H