Ke Yogyakarta melihat Candi Prambanan dan Borobudur itu biasa, keliling belanja batik dan wisata ke kampus-kampus ternama atau Malioboro ya sudah tidak usah dibilang lagi.
Ke pantai juga sepertinya ya semua sudah, tetapi yang sering terlewatkan adalah musium dan siapa sangka di sebelah hotel Royal Ambarrukmo tempatku seminar Pertemuan Ilmiah Tahunan Penyakit Dalam FK Universitas Gajah Mada 22-23 Desember, dapat bertemu musium bersejarah ini. Lokasinya di Jalan Laksda Adisucipto KM 5, no 81 Yogyakarta.
Di salah satu sudut ruangan ada sejarah pemerintahan di kota Yogyakarta sejak 7 Oktober 1756, saat Hamengkubuwono I mendirikan keraton Yogyakarta. Hari itu dieringati sebagai hari lahirnya kota ini.
Pada tanggal 24 Maret 1792 Sultan Hamengkubuwono II naik tahta setelah ayahnya mangkat, ia menjadikan wilayah Ambarrukmo sekarang sebagai kebun raja.
Pada tahun 1890 Sultan HB II dipaksa Gubernur Jendral Belanda Daendels turun tahta dan digantikan oleh Sultan Hamengkubuwono III
Sultan Hamengkubuwono IV meninggal dunia di usia 18 tahun.
Ambarrukmo sendiri dibangun sebagai pesanggrahan sejak pemerintahan Sultan Hamengkubuwono V (1823-1855) sampai Sultan Hamengkubuwono VII (1877-1921) menjadi tempat peristirahatan Sultan HB VII setelah turun tahta.
Sejak tahun 1964-1966 diijinkan oleh Sultan untuk pembangunan Hotel Ambarrukmo dan hotel ini sempat terlantar tahun 2005, lalu direnovasi tahun 2011 dan 2014 kembali dibuka dengan nama baru Royal Ambarrukmo sementara Plaza Ambarrukmo (Amplaz) dibangun tahun 2005-2006.
Di musium ini ada beberapa ruangan memamerkan koleksi batik, keris, peralatan makan atau ritual Keraton dan wayang-wayang kulit koleksi Sultan.
Pesanggrahan dan musium ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang walau berdampingan dengan hotel dan mall besar, tetap harus dijaga kelestariannya. Cara masuknya mudah, cukup mengisi buku tamu di bagian depan dan ketika saya buka-buka ternyata justru banyak yang bukan orang Yogya yang datang. Mungkin karena orang Yogyakarta kenal mall dan hotelnya, tetapi musiumnya sering terlewatkan karena sudah capek ke mall hehehehe, mungkin lho.
Operasional musium ini sepertinya dilaksanakan oleh hotel Royal Ambarrukmo, karena yang membuka kuncinya sekuriti hotel juga, makanya masuknya bisa gratis dan tempat ini bersih serta terawat.
Bunyi gamelan berdentang membuat suasana mistis, romantis, tradisional sangat terasa dan sendirian menjalaninya membuat agak merinding sesekali, tetapi sebagai pencinta musium dan sejarah yang mendasarinya, maka simposium kali ini cukup membuat nilai tambah tersendiri karena ada sesuatu yang istimewa bertambah dari buku hidup saya selain istimewanya kota Yogyakarta.