Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Mengapa Kepala Ruangan di Rumah Sakit Harus 'Ganas'?

Diperbarui: 5 Oktober 2016   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepala ruangan dan para perawatnya (dokumentasi pribadi)

Bila dilihat pada gambar di atas, sepertinya dokter dan para perawat sangat akrab, foto bareng dan terlihat sangat bahagia. Selalu begitukah?

Harapannya sih begitu, tetapi kalau diperlukan Sang Karu (kepala ruangan) harus terlihat seolah 'ganas' memarahi semua yang ada di bawah pengawasannya, baik itu perawat, bagian dapur, administrasi, 'cleaning service', keluarga pasien yang 'bandel' bahkan dokter yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

"Obatnya mahal, Dok. Ini, kan pasien BPJS....Bisa diganti, tidak?" tanya salah seorang kepala ruangan dengan tegas.

"Iya, antibiotiknya memang harus yang jenis ini, supaya dia cepat turun demamnya. Kalau bisa sembuh dalam 4 hari dengan obat mahal sedikit, lebih baik, daripada pasien masih parah di hari ke 7 atau malah meninggal..."jawab saya.

Diskusi seperti ini wajib dilakukan demi kendali mutu dan kendali biaya. Dokter harus meresepkan obat yang sesuai dengan kasus dan kemahalan sebuah obat kalau diikuti output yang baik, lebih disarankan daripada memberi obat semurah-murahnya, tetapi sudah resisten dan pasien tidak selamat.

"Dokter lain, diperingatkan seperti ini enggak?" tanya saya pada Sang Karu.

"Iya, Dok. Banyak yang aneh-aneh, pasien diare saja pemeriksaan laboratoriumnya di atas 1 juta. Pasien maag dikasih antibiotik, pasien wanita hamil dikasih obat yang berbahaya untuk bayi tanpa konsul ke dokter kebidanan, itu harus saya cereweti," katanya.

Belum lagi soal sabun cuci tangan yang cepat habis, misalnya atau ada buah-buahan yang tidak dimakan pasien lalu disimpan di lemari dan busuk atau keluarga pasien yang merokok di balkon kamar, padahal di ruangan itu banyak pasien asmanya. Ini juga harus diperingatkan baik dengan halus atau sedikit tegas. Kalau perlu jika keluarga pasien tidak terima, Sang Karu harus mengeluarkannya dikawal oleh satpam rumah sakit.

"Yang paling sulit itu memperingatkan para dokter, Dok. Ada saja alasannya 'ngeles'. Lalu mau ajak beradu ilmu yang jelas-jelas saya akan susah menjawabnya. Tetapi kalau sudah mentok begitu, saya terpaksa melapor ke atas, supaya si dokter yang tidak mau efisien itu dibina," katanya.

Karena hampir di atas 50% yang menetnukan biaya di keperawatan itu adalah dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP). Pemilihan obat, pemeriksaan penunjang, sampai kapan si pasien harus dirujuk atau dipulangkan. Sedangkan pemborosan di dapur, di bahan-bahan habis pakai atau alat-alat yang hilang itu sehari-harinya tidak selalu rutin terjadi.

Kepala ruangan di rumah sakit bak seorang presiden di ruangannya yang harus mengatur banyak orang dan memikirkan juga anggaran keuangan, mengatur jadwal jaga, jadwal cuti, menggantikan kalau sewaktu-waktu ada yang sakit dan harus siap 'memanjangkan usus' untuk berdiskusi atau berdebat dengan dokter-dokter tertentu yang sulit. Menjaga antara emosi karena sebagian dari DPJP terlalu mengandalkan ilmu dengan kesantunan ala perawat yang harus mengayomi, membuat suasana sejuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline