Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Makan Obat Baru Itu Dada Saya Panas, Dok, Minta Obat Lama Saja...

Diperbarui: 24 Juli 2016   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

"Lho, isi obatnya persis, pak. Zat aktifnya sama." Penjelasan saya, ketika si bapak saya kasih beberapa hari lalu obat darah tinggi golongan tertentu yang 'merck-nya' mulai banyak selain obat 'original' dan generik.

Sebagai catatan, obat 'original' itu adalah nama dagang pertama yang dipakai perusahaan penemu atau produsen awal si obat dan pemegang hak patennya. Obat generik adalah obat yang nama zat aktifnya dijadikan nama dagang, biasanya hak paten si produsen pertama sudah habis.

"Saya minta resep yang lama,dok. Itu saja." Katanya.

Saya pun menuliskan resep obat 'merck' lama dan obat sebelumnya dibuat 'memo' dikembalikan di apotik, bayar selisih harga.

Selanjutnya si bapak baru datang sebulan kemudian dan saya tidak berani lagi mengganti judul obatnya, walau zat aktifnya katanya kadarnya sama persis.

Mungkin masalahnya individual, tetapi bukan kasus yang jarang sekali, setiap penggantian obat, akan ada pasien yang mengeluh tidak cocok.

Kalau yang mengganti obat itu si dokter, tentu dia yang harus bertanggung jawab menjelaskannya, tetapi kalau yang mengganti bukan dokter, itu masalahnya bisa melebar kemana-mana.

Kebetulan saya sering menerima konfirmasi dari apotik untuk penggantian obat ini dan hasilnya cukup baik, keluhan pasien dapat saya jelaskan, kalau masalahnya persediaan obat.

Tetapi yang marah-marah juga ada, karena saya bilang obatnya murah (saya resepkan generik), ternyata dikasih yang paten dan harganya 10 kali lipat. Nah, ini jelas penggantian obatnya tidak konfirmasi lagi ke dokter maupun konfirmasi harga ke pasien.

Dan terkadang, di apotik tertentu kalau sore apotekernya tidak ada, malah yang kasih obat bukan asistennya apoteker, hanya petugas administrasi biasa yang bisa saja sarjana lain selain apoteker atau D3 lain selain asisten apoteker dan tidak menutup kemungkinan malah pendidikannya dibawah D3. Nah, bagaimana ini? 

Makanya saya selalu bilang ke pasien, nebus obat ke rumah sakit saja dan tulisan resep saya tetap bisa dibaca pasien, lalu bilang ke mereka, kalau obatnya diganti harus konfirmasi dulu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline