Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

Menyikapi Penelitian 60% Remaja Pernah Berhubungan 'Sex' Itu Bagusnya Bagaimana, ya?

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bila kita berkaca berbagai survey-survey sebelum pilkada DKI putaran pertama yang hasilnya beda jauh dengan hasil perhitungan suara sebenarnya, maka dengan santainya semua lembaga survey mengakui itu sebagai 'anomali'. Tetapi harus diakui bahwa penelitian dilakukan dengan sebuah tujuan tertentu dan kalau perlu 'diarah-arahkan' untuk mencapai tujuan tersebut.

Kredibilitas lembaga survey dapat dinilai disini, apakah mereka netral dalam melakukan penelitian atau termasuk bagian dari konsultan program tertentu yang ada pesanannya.

Demikian juga dengan berbagai penelitian bahwa rata-rata 6 dari 10 remaja putri tidak perawan atau pernah berhubungan seks, ini harus dihargai penelitiannya tapi juga harus dicermati apakah dapat dipercaya 100%?

Beberapa pertanyaan yang mengganjal dari penelitian-penelitian ini adalah:

1.Metode penelitiannya sebagian besar adalah wawancara. Apakah remaja-remaja itu mengerti maksudnya berhubungan seksual? Terkadang seorang siswi menganggap berpelukan atau ciuman sudah termasuk berhubungan intim. Kalau sampai ada kontak organ genital, apakah yakin sudah ada penetrasi? Tidak semua peneliti pasti menjelaskan secara mendetail.

2.Cara pengambilan sampel, apakah benar-benar acak? Kalau dilakukan di sekolah-sekolah yang muridnya menengah atas dengan pola pergaulan hedonis mungkin akan jauh berbeda kalau dilakukan di lingkungan pesantren atau sekolah biara di pinggiran kota atau pedesaan.

3. Setelah penelitian tersebut apakah ada kelanjutannya? Penelitian mungkin saja hanya 'pilot project'/ kecil-kecilan dan seharusnya sesudah itu ada penelitian lagi yang lebih lanjut dengan sampel lebih banyak, daerah yang lebih mewakili dan metode wawancara yang lebih mendetail serta terukur, bila perlu dengan pemeriksaan visum et repertum sebagai bukti obyektif.

Bila dilakukan secara nasional lebih baik lagi karena dapat jadi acuan untuk penyuluhan 'sex education' sesuai pola pengetahuan sex masing-masing daerah. Daerah yang banyak remaja lugunya mungkin hanya perlu penyuluhan kesehatan reproduksi biasa, sementara di daerah yang sudah menganut sex bebas perlu sekali penyuluhan save sex.

Saya pribadi tidak yakin di Palembang atau di Prabumulih yang 2 jam dari Palembang 60% remajanya pernah berhubungan sex, karena memang di daerah kami masih banyak warga yang suka menegur kalau ada pasangan diluar nikah 'mojok-mojok', hotel-hotel melati masih sering dirazia dan kehidupan malam (dugemnya) belum seliar di Jakarta, jadi perlakuan terhadap remaja-remaja disini tidak perlu terlalu membabi buta dengan menggunakan alasan penelitian-penelitian keperawanan sebagai patokan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline