[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption] 'Visum et Repertum' artinya melihat dan melaporkan secara harfiah. Ini merupakan kegiatan di bidang forensik medis di mana ada sebuah kasus yang memerlukan bantuan tenaga ahli bergelar Sp.F (spesialis forensik).
Untuk kasus-kasus kejahatan seksual biasanya dilakukan pemeriksaan fisik pada si korban di organ seksualnya dan 'lubang-lubang alami' lain di tubuh yang dapat dilakukan penetrasi, misalnya mulut dan anus.
Untuk murid wanita yang paling penting adalah memeriksa alat kelaminnya apakah ada tanda kekerasan, apakah selaput darahnya utuh, kalau tidak utuh lagi apakah sudah lama atau baru.
Untuk murid laki-laki diperiksa anusnya apakah ada tanda-tanda luka lecet baru atau lama, apakah terjadi peregangan lebar diameter anus dari 'biasanya'. Hal ini juga berlaku untuk wanita.
Bila perlu ada 'sessi' wawancara oleh psikolog bagi 'korban' pelecehan seksual untuk berani mengungkapkan pelakunya.
'Visum et Repertum' hanya dilakukan atas permintaan tertulis dari petugas hukum dan bersifat rahasia, sehingga payung hukumnya harus dicari apakah ada kemungkinan memeriksa semua murid dan pegawai di sekolah yang diduga 'sarang pedofil'.
Nah, bila di sekolah tersebut ada 3000 murid plus karyawan dan 30 di antaranya ada bukti fisik ataupun trauma psikologis terhadap pelecehan seksual maka secara statistik sangat bermakna (derajat kepercayaan 0,01) menunjukkan bahwa di sekolah tersebut sudah 'berbudaya' pedofil. Ini bisa dilanjutkan dengan melakukan acak interogasi pada mantan-mantan muridnya.
Tinggal mengungkapkan apakah 'budaya pedofil' itu difasilitasi oleh manajemen sekolah atau malah sudah terkoordinasi sejak lama dan merupakan sindikat internasional.
Kalau memang sudah 'terbukti' ada peran manajemen dan sudah berlangsung lama, maka sekolah tersebut kalau tidak dibubarkan dan manajemennya tidak dihukum berat, maka penegak hukum kita termasuk 'loyo' dan mungkin perlu dibentuk sebuah badan bernama KPP (Komisi Pemberantasan Pedofil).
[caption id="" align="aligncenter" width="453" caption="(dokumentasi pribadi)"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H