Seorang guru dituntut tidak hanya mampu menyampaikan materi dengan baik, guru dituntut lebih dari itu hal ini seperti yang dipaparkan oleh Supriyanto (1991) bahwa guru atau pendidik juga dituntut untuk mampu dalam menciptakan dan mempertahankan serta mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
Semua ini terdapat dalam keterampilan mengelola kelas. Tujuan pengelolaan kelas pada hakikatnya telah terkandung pada tujuan pendidikan dan secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa sehingga peserta didik terhindar dari permasalah mengganggu seperti siswa mengantuk, enggan mengerjakan tugas, terlambat masuk kelas, mengajukan pertanyaan aneh dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah menyediakan, menciptakan dan memelihara kondisi yang optimal di dalam kelas sehingga siswa dapat belajar dan bekerja dengan baik. Agar dapat mengelola kelas dengan baik guru harus memiliki sikap yang optimis.
Jika guru optimis maka ia cederung akan membentuk ekspektasi yang lebih tinggi pada perkembangan akademik peserta didiknya, mengeluarkan usaha yang lebih tinggi dalam mengajar dan memiliki daya tahan yang lebih tinggi saat menghadapi situasi sulit (Tschannen Moran et al., 1998).
Untuk dapat meningkatkan sikap yang optimis salah satunya adalah denga meningkatkan self-compassion. Guru yang memiliki self compassion yang tinggi cenderung akan melihat semua situasi secara lebih positif. Ia tidak hanya mengasihi diri sendiri namun juga percaya bahwa mampu menghadapi segala tantangan dan rintangan yang hadir dalam proses pengelolaan kelas.
Self Compassion sendiri menurut (Neff, 2003) adalah: kasih sayang pada diri sendiri dalam berhadapan menaggapi situasi sulit adalah dengan memberikan kebaikan kepada diri sendiri bukan memberikan penilaian buruk pada diri sendiri, memandang pengalaman sebagai hal yang bisa terjadi pada orang lain sehingga memberikan perasaan terhubung dengan orang lain karena pengalaman yang sama dari pada perasaan terisolasi dan kesadaran atas respon negatif kita tanpa membedakan dengan orang lain.
Neff (2003) menyebutkan bahwa terdapat tiga dimensi dalam self-compassion diantaranya:
Self-kindness
Kemampuan individu untuk menyayangi diri dan menerima diri apa adanya, serta tidak menghakimi diri sendiri atas kegagalan atau peristiwa yang dialami.
Self-kindness membuat individu menyayangi diri sendiri ketika menghadapi penderitaan, kekurangan dalam diri, tidak menyakiti diri sendiri, dan tidak mengkritik diri saat mengalami masalah.
Self-kindness memungkinkan seseorang akan merasa ketika mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan. self-kindness bertolak belakang dengan Self- judgment yang sikapnya mengkritik dan menghakimi diri (Neff, 2011).