Lihat ke Halaman Asli

Puisi: Aku Juga Ingin Jadi Pembunuh

Diperbarui: 25 Juni 2022   23:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ketika nyawa dari seorang korban bukan lagi prioritas utama, saat itulah reputasi menghilangkan rasa kemanusiaan dari seseorang yang dikata manusia.

Tidak lagi ada rasa peduli kecuali mengejar materi yang dijunjung tinggi.

Dulu, ada kalimat yang menyatakan selama kehilangan sekadar pencurian bukan kematian, kejahatan bisa disembunyikan.

Tapi sekarang, nyawa yang hilang dari jiwanya tak lagi 'seberharga' itu. Disudutkan demi 'nama baik' dari dia yang dianggap petinggi. Dikorbankan dari status korban menjadi tersangka yang tak dilindungi.

Kenapa pahitnya dunia begitu dalam menyiksa hingga ke ulu hati?
Rasanya sangat tidak adil saat harus merasakan neraka bahkan sebelum diri ini mati.


Apakah ini yang sekarang dianggap seni keadilan negara demokrasi?
Keadilan yang hanya berlaku untuk mereka yang berlimpah materi.

Hah, lelah menahan peluh dari keluh
Air mata yang sebelumnya mengering kembali turun dan melepuh
Resah berada di antara beranda tanpa adab, ingin hidup saja harus bersimpuh tanpa kata aduh.

Prosais
_25062022




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline