Lihat ke Halaman Asli

Tanah Setapak

Diperbarui: 3 April 2022   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Prosais 

Tanah Setapak 

Lelah di kaki gelisah di hati. Belenggu yang lalu terus menghatui, seolah tak rela tubuh ini pergi. Ia merambat penuh sesak, menuju puncak, ingin hentikan langkah yang mulai terbentuk dengan usik. 

Sungguh, ini berat hadapi jagat. Bagaimana gelayut lara dapat lucut? tanya nyawa pada nyenyat yang dijawab penuh debat ingin rehat. 

Sang Pencipta, sumarah mulai penuhi atma. Diri t'lah haus akan amarta, seolah tinggal dalam penjara tanpa ampun akan derita. Ingin kuatkan diri hadapi semua dera dengan renjana. 

Senjakala menghampiri, peluh pun baluri, aksa lelah ingin berhenti. Rudira dalam tangis, sebab buana yang bengis, semua akan kutepis dengan yakin daksa 'kan celus. 

Tak kuharap pertolongan, yang akhirnya akan jadi pukulan, di masa depan. Cukup aku berjuang dengan doa, asa, dan usaha. Beserta dukungan orang tua. 

Dengan langkah terus bangkit, dari kegagalan yang menghimpit. Pasti ada celah sempit, walau itu hanya sebesar lobang pipit. 

Akan aku singkirkan siksa berkecambuk dengan tawa cekakak, akan aku hancurkan kata binasa dengan pedang karsa menjemput bahagia. Tidak ada yang dapat hentikan, sekalipun sejuta umat beri rintangan, akan terus meniti walau penuh pengorbanan. 

Tidak dengan melangkah, merangkak akan diarungi. Satapak tanah aku pijaki, sejuta gedung 'kan ku takluki. 

Akan kuraih lencana di ujung kelabu, lencana bertuliskan 'Harapan Baru'

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline