Lihat ke Halaman Asli

LPS; Menjawab sebuah Teka-Teki

Diperbarui: 2 September 2017   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: lps.go.id

Memang beginilah, kini kita hidup di jaman yang tingkat konsumtifnya begitu tinggi. Seiring dengan itu, sikap gengsi pun bertambah tinggi pula. Sungguh dalam hal ini sangat dibutuhkan kepiawaian untuk dapat memanajemen gaya hidup itu sendiri. Sementara, dinamika hidup yang selalu berubah, jika tidak dihadapi dengan mulai mengelola perubahan dengan bijak, maka kita akan dihadapkan kepada permasalahan hidup yang demikian pelik. Terutama menyangkut hal finansial. 

Apalagi, jika sebelumnya tidak mempunyai budget plan, selalu saja main "asal rogoh kocek", yang ujung-ujungnya kemudian kita terjebak pada pola "Besar Pasak daripada Tiang", tentu hal tersebut justeru akan semakin menambah penderitaan hidup yang dialami kian parah. Manakala kita, tiba-tiba jatuh pada sebuah pilihan selalu memperturutkan hati untuk meniru gaya hidup seseorang yang tanpa kalkulasi dalam ruang gerak belanja dan belanja, tentu saja nanti hasilnya akan jauh berbeda antara individu satu dengan yang lainnya. Sebab, tentu saja incomeseseorang pun pada kenyataannya selalu berbeda. Demikian pula dengan tingkat kebutuhan yang mesti dipenuhinya.

Pada saat kita selalu belanja dengan semua yang kita inginkan, akan tetapi sebenarnya secara jujur kita tidak memerlukannya. Itu mengandung pengertian bahwa kita masih belum bisa memanajemen gaya hidup secara maksimal. Segeralah menoleh ke arah pendapatan yang kita dapatkan. Perbaharui pola yang masih kurang benar. Mulailah dengan membagi pos-pos dengan dibantu kata tanya 5 B:

1. Berapa pendapatan saya saat ini?

2. Berapa yang harus kita salurkan untuk zakat, infaq dan shadaqoh? Bersyukurlah, bila hal ini telah mampu dijalankan dengan kontinu.

3. Berapa jumlah barang yang kita perlukan? Bukan semua yang kita inginkan. Ingat needs not wants

4. Berapa persenkah yang mesti kita saving?

5. Berapa bagian untuk investasi?

Dari kelima pertanyaan bantuan yang ada di atas, hanyalah pertanyaan pertama yang selalu dihitung-hitung. Mengapa? Tidak lain tidak bukan dikarenakan masih tertanam perasaan-perasaan seperti ini:

a. Bukankah menabung itu dilakukan kalau pendapatan sudah tinggi?

b. Bukankah kata-kata investasi itu hanya berlaku manakala uang sudah banyak?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline