Konflik di wilayah Laut Cina Selatan dan pembentukan markas-markas militer di kepulauan Spratly yang sejalan dengan klaim "Sembilan Garis Putus-Putus (Nine Dash Line)" tentu mengancam keamanan maritim beberapa negara di Asia Tenggara.
Salah satunya adalah Indonesia, Indonesia mempunyai area yang berkali-kali berusaha diklaim Cina dalam ambisinya untuk mewujudkan Nine Dash Line milik mereka. Lokasi yang diperdebatkan tersebut ialah Laut Natuna. Laut Natuna merupakan lautan dangkal yang ada di Utara Pulau Natuna.
Daerah laut ini merupakan bagian dari Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Laut Natuna ini kaya akan Sumber Daya alam baik Biologis Maupun Non-Biologis. Sayangnya, hal ini juga menjadi salah satu alasan Cina berusaha mengambil Laut Natuna Dalam Klaimnya. Hal Ini tentu mengancam Kedaulatan Negara Indonesia
Klaim Cina terhadap perairan Natuna ini sangat menghawatirkan bagi Indonesia. Dikarenakan dengan klaim laut tersebut sebagai laut Cina. Cina akan dengan mudah menjadikannya garis depan invasi Cina dalam pertempuran laut dalam masa yang mendatang. Lokasinya yang sangat dekat dengan Indonesia, menjadikannya tempat yang cocok untuk meletakkan armada invasi.
Saat ini, Cina sedang berusaha mengembangkan Kapal Induk tipe 003, kapal induk ini dapat mebawa Pesawat FC-31 ataupun J-15. Kedua pesawat tersebut mempunyai radius tempur yang cukup untuk mencapai Pulau Natuna, hampir seluruh Pulau Kalimantan dan Sebagian besar Laut Jawa jika diletakkan pada kapal induk yang berlayar di sektor laut yang yang diklaim oleh Cina.
Hal ini tentu akain bermain peran besar dalam scenario invasi, Dimana Cina akan mempunyai kemampuan untuk membumihanguskan sebgian besar lokasi strategis militer belahan barat Indonesia, ataupun Sebagian besar armada Indonesia yang dikirim untuk merespon. Dimana F-15EX Indonesia tidak aka mampu melindungi karena Inventaris rudal Indonesia berupa AIM-120C-7 dengan Jarak 105km akan sulit menghadapin J-15 ataupun FC-31.
Karena meskipun Mayoritas Rudal BVR China adalah PL-12 yang punya jarak lebih kecil (70-100km), rudal ini mulai digantikan oleh PL-15 yang memiliki Jarak setidaknya 2 sampai 3 kali lebih Panjang dari rudal BVR inventaris kita (Estimasi 200-300km). Hal ini berarti dalam scenario invasi Cina dapat dengan mudah mendapat superioritas udara dengan menghancurkan pesawat kita jauh sebelum kita dapat menembak balik, belum lagi factor siluman FC-31.
Di sisi lain, pada tahap awal invasi, China dengan mudah dapat mengerahkan USV Kamikaze mereka dari kapal kapal nelayan yang dikerahkan ke pulau Natuna, jumlahnya yang banyak sebanding dengan SDM Cina, serta murahnya harga kapal kapal pemancing ini dibanding kapal perang, menjadikannya bahaya yang besar.
Kapal ini bisa membawa apapun dan bersembunyi dibalik kapal gerombolan kapal sipil. Kapal-kapal ini dibawah kendali organisasi paramiliter Cina yaitu Milisi Maritim (Maritime Militia) yang beroperasi tanpa identifikasi negara, dan bekerja independen dari Angkatan Laut Cina, namun dilatih oleh Angkatan Laut Cina.
Mereka dapat beraksi di area abu-abu (Greyzone) Dimana Cina sendiri tidak dapat melakukan aksi langsung, mereka dengan mudah dapat menghindari aksi militer langsung namun melakukan tujuan utama mereka dengan cara mengganggu aktivitas negara lawan (baik ekonomi maupun pertahanan) dengan cara pemancingan illegal, menabrak, dan melempar barang ke kapal baik sipil maupun militer suatu negara.
Bila negara itu melawan balik, Cina dapat mendorong pentingnya keamanan "Kapal-kapal pemancing" nya yang berujung ke meningkatnya fokus pertahanan cina di daerah yang disengketakan (dalam hal ini Natuna), semua tanpa tidak melibatkan Angkatan Laut Cina secara tidak langsung, sehingga ketika negara lain mengangkat isu ini ke pemerintah Cina, mereka dapat mengatakan bahwa kapal tersebut bertindak secara independen diluar kendali pemerintah Cina