Lihat ke Halaman Asli

Pemanfaatan Teknologi Berbasis Open Source di Perdesaan

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di perdesaan acapkali sulit terwujud karena anggaran desa yang terbatas. Selain itu, ada persoalan kecakapan dan keterampilan para pamong dan warga desa dalam memanfaatkan TIK sebagai alat kerja.

Desa, tepatnya pemerintah desa, tak punya anggaran yang cukup untuk pengadaan piranti komputer, baik untuk piranti keras, piranti lunak, maupun akses internet. Salah satu jalan keluar bagi permasalahan tersebut adalah pemanfaatan piranti lunak berbasis sumber terbuka atau biasa disebut open source software. Piranti lunak open source bisa didapatkan secara gratis, termasuk mengostumisasikannya sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Dari sisi keandalan kerja tak perlu diragukan, open source paling yahud untuk menangani keamanan data, efektivitas kerja, dan kesesuaian komunikasi data antar platform. Umumnya kendala dalam penerapan open source adalah kebiasaan kerja. Sebagian besar pengguna komputer di Indonesia terbiasa menggunakan platform piranti lunak berbayar (propertary) berbasis jendela.

Kebiasaan ini dikuatkan oleh pembelajaran komputer di sekolah dan dunia pendidikan lainnya yang masih menggunakan platform berbayar. Bahkan, kurikulum pendidikan nasional menyebut merk-merk produk piranti lunak yang harus diajarkan di sekolah maupun perguruan tinggi. Akibatnya, guru, dosen, siswa, dan mahasiswa mengalami ketergantungan terhadap suatu produk tertentu.

Dampak dari kebiasaan itu, penerapan TIK di dunia perdesaan menyedot anggaran yang besar. Kalangan yang tidak mampu membeli lisensi biasanya melakukan pelanggaran hukum dengan memanfaatkan piranti lunak bajak. Penerapan teknologi berbasis open source akan berdampak pada penghematan anggaran belanja desa. Dana belanja piranti lunak bisa dianggarkan untuk peningkatan kapasitas pamong dan warga desa dalam mempergunakan alat tersebut sehingga pamong dan warga semakin cakap memanfaatkan TIK.

Dari tahun ke tahun pengguna piranti lunak open source terus meningkat sehingga menggeser posisi dominasi piranti lunak berbayar. Sejak 2010, reputasi piranti lunak android telah menggeser piranti lunak lainnya, seperti windows, symbian, blackberry, dan IOS dalam dunia telepon pintar (smartphone). BSA melaporkan hanya mampu menjual satu piranti lunak berbayar dari sepuluh penjualan piranti keras di pasar komputer.

Di sejumlah daerah banyak bermunculan kelompok pengguna TIK berbasis open source, misalnya di Kabupaten Banyumas ada Komunitas BlankOn Banyumas, Kelompok Android Purwokerto, Relawan TIK Banyumas, dan KPLI wilayah Banyumas.

Selain itu, ada desa-desa yang sukses menerapkan open source di wilayahnya, seperti Desa Melung, Desa Karangnangka, Desa Dermaji, dan Desa Mandalamekar. Mereka siap menjadi meja bantuan bila ada komunitas atau individu yang mengalami kesulitan dalam memanfaatkan teknologi berbasis open source.

Baca selengkapnya di http://poltekmaarif.ac.id/pemanfaatan-teknologi-berbasis-open-source-di-perdesaan.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline