Lihat ke Halaman Asli

Pollung Sinaga

Pembelajar | Konten Kreator

Memahami Secara Utuh Pembelajaran Berdiferensiasi

Diperbarui: 4 Desember 2024   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://pixabay.com/photos/education-instruction-school-learn-614155/

Halo sahabat Kompasiana, senang rasanya bisa menyapa sahabat semua. Semoga sahabat dalam kondisi prima dan selalu dilimpahi kebaikan agar dapat menularkan kebaikan juga kepada orang lain. Tulisan ini saya angkat kembali berhubung di media social sedang ramai diperbincangkan machine learning, deep learning, dan beberapa pendekatan lainnya dalam Upaya memajukan Pendidikan di tanah air. Yang saya pahami bahwa Pendidikan di tanah air belum menemukan satu konsep dan formula seperti apa, bagaimana, dan mau dibawa kemana Pendidikan di tanah air. Ingin seperti Finlandia, namun bergaya Gondangdia, hehehe… Ya sudah kita bahas saja secara tuntas dan lengkap pembelajaran berdiferensiasi yang masih saja susah dipahami dan jarang diimplementasikan para pendidik padahal ‘khasiatnya’ sangat manjur sebagai treatment untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam sebagaimana diamanatkan Kurikulum Merdeka.

Sahabat perlu tahu mengapa tulisan ini saya buat. Beberapa waktu lalu saya menyebarkan angket melalui aplikasi Google Formulir untuk mengetahui tingkat pemahaman guru tentang pembelajaran berdiferensiasi. Pertanyaannya seputar pengertian, strategi, dan contoh penerapan pembelajaran berdiferensiasi di kelas. Hasil angket terhadap 136 guru menunjukkan bahwa tingkat pemahaman guru lumayan beragam:  sangat paham (3,7 %), paham (40,4 %), cukup paham (26,5 %), kurang paham (27,2 %), dan sangat tidak paham (2,2 %). Hasil ini masih perlu diuji mengingat ada beberapa hal unik terjadi dimana yang menjawab kurang paham pada soal nomor 1 ternyata hasil pada instrumen-instrumen lainnya menunjukkan pemahaman yang sangat baik dan sebaliknya ada guru yang menjawab sangat paham namun sebenarnya masih kurang paham. Hal yang menggembirakan sekaligus mengejutkan adalah bahwa guru yang menjawab sangat paham, paham, dan cukup paham sudah berada di atas 70%. Melihat realita tersebut maka saya terdorong mengangkat tulisan ini dengan harapan pemahaman guru terhadap pembelajaran berdiferensiasi semakin baik dan guru memiliki keyakinan untuk mengimplementasikannya di kelas.

Menurut Tomlinson (2001) pembelajaran berdiferensiasi adalah proses pembelajaran yang memenuhi kebutuhan individu belajar siswa. Sahabat mungkin bertanya, apa mungkin memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam?

Praktik pembelajaran berdiferensiasi yang dilakukan guru di kelas harus didasari oleh 3 hal:

  • Readiness (Kesiapan Belajar)
  • Interest (Minat Belajar)
  • Learning Profile (Profil Belajar)

Untuk mengetahui kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa, guru lebih dulu harus melakukan asesmen diagnostik baik asesmen diagnostik kognitif maupun non kognitif. Misalnya seorang guru IPS yang akan mengajarkan materi tentang ‘ROMA’, maka lebih dulu guru mengadakan asesmen diagnostik untuk mengetahui kesiapan belajar, minat belajar, dan prrofil belajar siswa. Minat siswa bisa diketahui dengan meminta siswa mengisi kuesioner tentang apa saja yang mereka ingin pelajari tentang ‘ROMA’. Untuk mengetahui kesiapan belajar, guru membuat kuesioner berisi pertanyaan tentang apa yang sudah siswa ketahui tentang ‘ROMA’. Terakhir untuk melihat profil belajar siswa, guru merancang dan membagikan kuesioner dengan tagihan bagaimana cara belajar yang mereka inginkan.

Setelah memetakan tingkat kesiapan belajar, minat, dan profil belajar individu siswa serta gaya belajarnya apakah termasuk tipe visual, auditori, atau kinestetik barulah guru dapat merancang pembelajaran diferensiasi yang hendak dilakukan di kelas, apakah diferensiasi KONTEN, PROSES, PRODUK, atau kombinasi ketiganya.

1. Diferensiasi Konten || What students learn!

Diferensiasi konten berkaitan erat denga apa yang dipelajari siswa. Di sinilah guru harus memilih atau mempertimbangkan materi apa dan dalam bentuk apa yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa, apakah materi yang sederhana, kompleks, nyata, abstrak, dalam bentuk tulisan, suara, atau video. Mungkin sahabat berpikir, kog ribet amat? Nyantai bro, everything’s gonna be alright. Sahabat kan mau memuliakan siswa.

Tomlinson memberikan contoh penerapan diferensiasi konten seperti berikut ini:

Siswa di sebuah sekolah menengah kelas sains membahas tentang mamalia. Guru merencanakan beberapa pendekatan untuk memperkenalkan konsep, istilah, dan informasi tentang mamalia kepada siswa. Guru menunjukkan 5 gambar mamalia kepada siswa dan mempersilakan siswa memilih mamalia mana yang lebih mereka sukai untuk diinvestigasi lebih jauh. Ini dilakukan untuk membedakan konten berdasarkan minat siswa. Setelah membagi kelompok, kemudian guru memberi setiap kelompok investigasi beberapa cara untuk belajar tentang mamalia yang dipilih oleh anggota kelompok tersebut. Selanjutnya guru menyediakan bacaan berupa sekumpulan buku terkait 5 mamalia tadi dengan tingkat bahasa yang bervariasi. Hal ini dilakukan untuk membedakan konten berdasarkan kesiapan siswa. Selain itu, guru juga mempersiapkan informasi tentang 5 mamalia tadi dalam bentuk audio, video, dan websites yang dapat didengar, ditonton maupun diakses oleh siswa sebagai bentuk diferensiasi konten berdasarkan profil belajar siswa.

2. Diferensiasi Proses || How students learn it!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline