Aku 'Dilarang' Jadi Presiden
Cita-cita mu jadi apa? jadi Presiden. Kira-kira begitulah salah satu jawaban anak kecil ketika ditanya tentang cita-cita. Saya juga lupa apakah di masa kecilku pernah bercita-cita menjadi Presiden? Yang jelas saat tumbuh dewasa dan mulai memahami dan mengikuti perkembangan politik tanah air rupanya cita-cita jadi presiden adalah sebuah kemungkinan yang kemunginan besar tidak mungkin.
Sekedar cerita ilustrasi fiksi. Saat bermain dengan anak-anak kecil saya mencoba bertanya untuk memastikan apakah cita- cita menjadi Presiden masih dimiliki oleh anak-anak zaman sekarang sebagaimana zaman saya dulu? Ternyata jawabannya hampir tidak berubah, pilihan untuk menjadi Presiden masih menjadi salah satu cita-cita anak zaman sekarang.
Tidak berhenti sampai disitu, saya juga memilah jawaban anak-anak tersebut berdasarkan nama dan asal-usul. Pilah data atas nama anak-anak tersebut berdasarkan asal-usul daerah yakni Jawa dan luar Jawa, berasal dari jawa-pun saya pilah lagi antara anak-anak jawa yang memiliki nama berakhiran huruf O dan bukan O.
Loh, apa maksud dari ilustrasi di atas?
Ilustrasi tersebut akan menjadi menu utama dalam tulisan ini yakni realitas dan praktik politik Indonesia saat ini yang memaksa saya harus menguburkan mimpi saya menjadi Presiden. Setidaknya ada dua hal yang 'menghambat' mimpi saya, yakni : Presidential Threshold dan 'politik identitas'
Presidential Threshold
Undang-Undang Pemilu telah ditetapkan dan dicatat dalam Lembaran Negara. Pasal yang paling seksi dari UU Pemilu ini adalah pasal yang mengatur tentang ambang batas bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Karena keseksiannya menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Ya, termasuk saya!! emang apa syarat untuk menjadi Calon Presiden? Ya baca sendiri, searching di google banyak, tinggal baca!
Ada dua alasan mengapa saya terganggu dengan persyaratan sebab telah menguburkan cita-citaku dan banyak anak-anak Indonesia. Alasan pertama bersifat subyektif. Alasan akibat nafsu epatite, nafsu ingin kuasa, ingin hebat dan keinginan keinginan 'hedon' lainnya; alasan kedua bersifat objektif. Yakni alasan ilmiah hasil otak atik otak dalam memahami konsep demokrasi.
Alasan subyektif. Andai Presidential Threshold nol persen maka saya dapat mendirikan partai politik dan sebagai pendiri dan ketua umum Partai akan secara otomatis menjadi Calon Presiden. Jikapun tidak terpilih setidaknya menjalankan setengah dari cita-cita yakni menjadi capres. Bagi saya, dengan memiliki teman hampir seluruh indonesia lebih mudah mendirikan partai politik sendiri dari pada harus 'konvensi' di partai lain apalagi sampai mendapatkan suara minimal 25 persen, sulit! Sebenarnya ada alasan subyektif lain, tapi nanti saya bahas di poin kedua pada hal uang menghambat mimpiku menjadi presiden. Makanya baca sampai tuntas ya?