Lihat ke Halaman Asli

Bangkitkan Intelektual Bernyali

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

BANGKITKAN INTELEKTUALBERNYALI

(Anis Maryuni Ardi,Sekjend Kammi Airlangga, Surabaya)

“Manusia bukan seonggok perut, kami percaya di atas semuanya, kita lapar demi martabat.” (Che Guevarada n Fidel Castro)

Sebagaimana definisi intelektual, Seorang terpelajar mungkin tidak dibesarkan di kampus ternama, mereka lebih banyak dibesarkan dan bergerak di organisasi pergerakan.

IDEALISME KAMMI

Jika kita mendalami ideologi organisasi, Islam menurut KAMMI “ bukan semata-mata sistem keyakinan yang berurusan dengan hal-hal rohani melainkan sistem yang mengorganisasikankehidupan manusia di muka bumi. Jika kehidupan manusia secara kolektif mencitakan kesejahteraan KAMMI akan membersamainya. KAMMI punya satu cita rasa. “cita rasa keadilan”. Kita akan senantiasa ada untuk Indonesia. Kami adalah intelektual profetik, intelektual yang bernyali. Nyali ini kemudian di implementasikan secara formal melalui kredo gerakan KAMMI.

Seiring perkembangan organisasi, banyak sekali narasi dan gagasan strategis dalam lingkup gerakan yang banyak diungkapkan oleh kader-kadernya, namun bukankah mempertahankan gagasan itu omong kosong ketika mentransformasikan dalam realitas sulit dilaksanakan.?

Sejak Reformasi 1998, para aktivis pergerakan sudah akrab dengan kemampuan berpikir untuk perubahan. Namun yang lebih utama adalah bertindak radikal untuk perubahan. dari titik inilah mulai muncul kegelisahan, quo vadis KAMMI sebagai organisasi yang tumbuh membersamai bangsa untuk berbenah.

Jauh sebelum reformasi, di area kritis lainnya kita bisa melihat bagaimana seorang Sayyid Qutb, melakukan penyusunan konteks dalam gerakan sosial melalui interpretasi mendalam terhadap Alqur’an. Mengutip buku Maalim Fi Attariq (Petunjuk Jalan)

“...(generasi pertama) membaca alquran bukan untuk sekedar ingin tahu dan sekedarmembaca, juga bukan sekedar untuk merasakan dan menikmatinya. Mereka menerima perintah Allah SWT untuk segera diamalkan setelah mendengarkannya. Sepertiseorang tentara dalam medan perang menerima perintah harian yang langsung iakerjakan setelah menerima nya. Maka alquran merasuk dalam diri mereka yangtidak semata berada dalam otak atau kalimat-kalimat yang tersimpan dalam kertas, namun menjadi wujud perubahan dan peristiwa yang merubah perjalanan hidup.”

Ali Syariati juga melihat secara kritis, bagaimana peran presisi seorang intelektual (profetik) dalam konteks yang paling luas bahwasanya:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline