Lihat ke Halaman Asli

Lelaki Kotor 2

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lelaki kotor itu tertunduk lesu, dipandanginya langkah Pria rapi menjauhinya dengan tatapan yang nanar. Bahwa selama ini dia salah adalah sebuah kenyataan yang membuat tenggorokannya tercekat dan dadanya merasa terbakar. Tangannya mengepal dan napasnya mulai memburu seiring bara amarah mulai menggerogoti hati.

Sebuah hembusan sejuk angin sore serta wangi rerumputan membuat bara yang tadinya akan menyala menjadi sedikit demi sedikit padam. Seiring menghilangnya bayangan pria rapi tersebut ke dalam gedung seiring pula kesadaran akan apa yang selayaknya terjadi menghinggapi pikiran dan hatilelaki kotor itu.

Pria rapi itu mengatakan yang sebenarnya dan realistis bahwa mereka walau hidup berpijak pada bumi yang sama tetapi tembok tinggi yang dibuat oleh keangkuhan telah memisahkan jarak yang seharusnya tak ada.

Lelaki kotor itu berbalik arah menuju sebuah himpitan bangunan yang menjadi tempat berteduhnya sehari-hari. Esok hari dia akan ke taman yang setiap hari di datanginya untuk bertemu pria rapi tersebut dan dia akan mencoba meminta maaf kepada Pria rapi tersebut.

Tetapi ternyata esok dan esok-esok lainnya lelaki kotor tersebut tak lagi bisa menemui sang pria rapi di taman itu. Sang Pria rapi hilang seakan tertelan oleh bumi. Tak ada lagi celoteh dan gurauan yang sering mereka lakukan bersama saat sore menjelang.

Lelaki kotor itu sekarang sadar bahwa kebodohan yang dilakukan dengan ingin diterima di lingkungan sang pria rapi itu adalah penyebab dia dijauhi dan kehilangan sahabat yang sangat dikagumi dan disayangi.

Taman itu sekarang semakin membuat si lelaki kotor merasa nyaman, terlalu banyak kenangan yang membuat dirinya merasa malu dan merasa bersalah. Terpikir olehnya untuk pergi menjauh dari taman itu, dan berharap sebelum kepergiannya dia bisa menemui pria bersih itu untuk sekedar meminta maaf . Tetapi dirinya tak lagi mendapati sosok yang diharapkan muncul di taman.

Lelaki kotor itu akhirnya pergi dengan perasaan sesal dan sedih. Ditelusuinya setiap sudut kota, dari taman yang satu ke taman yang lain. Dia ingin mendapatkan sebuah tempat yang nyaman untuk dirinya.

Melarik mega di atas deru kota yang seakan tak pernah tidur. Sayup-sayup terdengar suara panggilan indah mengajak manusia untuk berduyun-duyun menuju kemenangan. Kemenangan hakiki karena bisa bermesraan sejenak dengan Sang Penguasa Dunia dan Akhirat. Sang Pencipta yang memiliki seluruh langit dan bumi beserta isinya.

Didatanginya asal suara itu yang dahulunya dianggap sebagai pengganggu saat dia masih terlelap tidur. Perlahan dia memasuki bangunan yang diatasnya terdapat kubah kecil. Terpampang di depannya sebuah tulisan Mushola Al Ikhlas. Bangunan kecil yang menyeruak diantara belantara gedung tinggi menjulang.

Beberapa orang mulai memasuki Mushola tersebut, lelaki itu melihat beberapa dari mereka melemparkan pandangan dan tersenyum kearahnya. Dibalasnya senyum mereka dengan sedikit ketakutan. Mereka berpakaian rapi dengan bau harum yang sangat khas. Lelaki itu takut jika mereka akan menghardik serta mengusir dirinya dari mushola itu.

“ Bapak mau sholat magrib ?” sebuah suara halus menyapanya.

Seorang lelaki muda bersarung dan berpeci putih telah berada di sampingnya. Sholat ? rasanya sudah lama aktifitas itu dia tinggalkan. Tak ada kalimat yang terucap dari bibir lelaki itu selain anggukan lemah.

“ Bapak bisa bersihkan diri di kamar mandi mushola, silahkan pak.”

Lelaki kotor tadi segera menuju kamar mandi dengan membawa bungkusan yang berisi beberapa lembar pakaian usang miliknya.

“ Nak…,” lelaki kotor itu memanggil kepada lelaki muda tadi.

“ Ada apa ya pak ?”

“ Apa setelah saya mandi dan membersihkan diri, saya bisa ikut sholat bersama kalian ?”

Lelaki muda itu tersenyum sambil memegang bahu lelaki kotor.

“ Tentu pak, siapa pun memiliki hak untuk bertemu dengan Tuhan, termasuk bapak dan sholat berjamaah lebih utama dari sholat sendiri. Ayo pak silahkan membersihkan diri dan kita bisa sholat berjamaah.”

Bergegas lelaki kotor mendatangi kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dipakainya pakaian yang dirasa pantas dan setelah berwudhu dia memasuki mushola. Dia berdiri bersama dengan jamaah lainnya melaksanakan sholat magrib berjamaah.

Berdiri bersama

Bertakbir bersama

Ruku bersama

Sujud bersama

Saling bersalaman setelah selesai sholat

Tuhan begitu indahnya aktifitas ini, semua dilakukan secara bersama dan dalam baris yang lurus. Siapa pun mereka, pakaian apa pun yang dikenakan mereka semuanya khusuk beribadah padaMu. Jika DiriMu bisa menerima semua manusia untuk datang kepadamu, mengapa manusia terkadang melihat siapa dan apa mereka untuk sekedar bersahabat ?

Lelaki kotor itu merenungkan apa yang telah dilakukannya tadi. Lelaki muda yang ditemuinya tadi adalah salah seorang pengurus mushola. Dalam kebingungan akan kemana dirinya, sang lelaki kotor ditawari si lelaki muda untuk menjaga dan membersihkan mushola. Sebagai imbalannya sang lelaki kotor mendapatkan sebuah ruangan di mushola tersebut untuk dirinya tinggal dan beberapa rupiah sebagai honornya.

Tak perlu berpikir panjang, lelaki kotor itu menyanggupi tawaran lelaki muda itu. Disini dia bisa menemukan kedamaian, menemukan hakikat sejatinya sebagai makhluk Tuhan dan kini dia merasa bahwa dirinya sama dengan manusia lain bahwa semuanya adalah milik dan ciptaan Tuhan.

Hari-hari selanjutnya dihabiskan lelaki kotor itu dengan menjadi penjaga mushola, ketika ada pengajian dia mengikuti dengan seksama. Terkadang pula dia diajak lelaki muda yang sering masyarakat di sekitar mushola memanggilnya ustadz mengunjungi rumah-rumah sekitar mushola ketika ada undangan selamatan atau pengajian.

Hingga suatu siang saat akan berlangsung sholat dzuhur, seseorang datang ke mushola dengan membawa sebuah koran. Dia meletakkan korannya dilantai. Lelaki kotor sedang membersihkan lantai tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah gambar di koran tersebut. Diambilnya dan diamati gambar di koran itu. Nampak di situ terpampang gambar seseorang yang dia kenal. Sang pria rapi.

“ Pak, kenapa dengan lelaki yang ada di koran itu ?” tanya nya kepada pemilik koran itu.

“ Oh…..dia tertangkap melakukan korupsi pak,” jawab si pemilik koran dengan sedikit mencibir.

“ Tidak mungkin !” jerit lelaki kotor membuat si pemilik koran terkejut.

Tetapi berita mengenai keterlibatan pria rapi itu dalam kasus korupsi hampir tiap hari menghiasi koran. Sedikit demi sedikit sang lelaki kotor menjadi tahu bahwa sang pria rapi di jebak oleh teman-temannya sendiri.

Sang lelaki kotor pun bertekad akan datang saat sang pria rapi akan di adili di persidangan. Ketika persidangan tiba, lelaki kotor berdiri di depan pintu masuk ruang pengadilan. Ketika pria rapi di kawal ke ruang pengadilan terdengar sebuah suara dengan lantang.

“ Saudaraku, aku tak percaya kamu melakukan hal yang kotor. Aku yakin dirimu tak bersalah saudaraku!”

Sang pria rapi memalingkan kearah suara itu, dilihatnya sang lelaki kotor berdiri dengan tatapan yang membuat pria rapi merasa bahwa satu-satunya orang yang mendukung dia hanyalah sang lelaki kotor. Terlihat jelas bibir pria rapi bergetar saat mengucapkan sesuatu.

“Terima kasih saudaraku,” terdengar sangat lirih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline