Jika mengingat kembali masa-masa kecil dulu saat usia 6-7 tahun, atau masa-masa kita masuk SD, saya jadi sering senyum-senyum sendiri. Bukan ga waras lo, tapi karena gimana....gitu.
Jadi ceritanya gini.
Masa kecil saya itu di sebuah desa yang sangat jauh dari kota (namanya juga desa ya, pasti jauh dari kota). Sudah di desa, kami sekeluarga tinggalnya di ladang lagi. Ndeso banget bukan? Di tempat inilah saya lahir.
Saat usia enam tahun, saya rencanya mau disekolahkan SD oleh ortu. Tapi dengan tegasnya gaya anak-anak saya langsungjawab: "tidak mau masuk SD, saya mau langsung SMP saja". Akhirnya urung juga masuk SD. Pada tahun ajaran baru saat saya berusia 7 tahun, ternyata saya lupa dengan ketegasan saya untuk langsung masuk SMP. Akhirnya saya masuk SD juga. Sekolahnya di SD N 1 Balisadhar, Banjit, Lampung.
Waktu itu ternyata saya anak yang sangat cerdas (bukan berarti saat ini tidak cerdas ya). Buktinya setiap ada tugas atau ulangan matematika selalu mendapat nilai 10 saat ini. Jika mendapat nilai dibawah 10 saya asti akan kecewa dan berjanji akan balas dendam agar ujian besoknya mendapat nilai 10.
Pernah suatu ketika saya mendapat nilai 8 saat membuat latihan penjumlahan dan pengurangan. Langsung saja saya maju ke depan menghadap ibu guru, protes ceritanya. Saya protes karena saya merasa benar, dan memang benar. Karena berkali-kali saya kerjakan ulang soal yang sama jawabannya tetap sama dengan jawaban saya yang pertama.
Saya portesnya begini: "bu guru, kenapa saya mendapat nilai 8, padahal kan jawaban soal latihan saya benar semua, seharusnya saya mendapat nilai 10 bu?"
Bu guru: "mana coba ibu periksa lagi ya nak."
Protes saya membuahkan hasil ternyata. Angka 8 dicoret dari buku saya, diganti dengan nilai 10. saya pun tersenyum lebar. Merasa menang terhadap bu guru.
Waktu itu jika tidak salah masih jamannya sistem triwulan dalam sistem pendidikan. Karena waktu itu 1 tahunnya ujian dan pembagian rapor masih 3 kali dalam setahun. Saat triwulan pertama saya tidak mendapat juara kelas, triwulan kedua juga tidak. Ternyata triwulan ketiga saya mendapat juara ke tiga di kelas 1.
Acara kenaikan kelas pada saat itu disebut dengan "kesaman" di sekolah saya.