Lihat ke Halaman Asli

Putra Zulfirman

Informatif & Edukatif

Keumuning, Hutan Lindung Penyangga Kehidupan

Diperbarui: 5 September 2019   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Walikota Langsa, Usman Abdullah saat penandatanganan MoU Pengembalian Fungsi dan Peruntukan Kawasan Hutan Lindung Keumuning. Foto Istimewa.

Pemerintah Kota Langsa, Propinsi Aceh melalui Sekretariat Bersama (Sekber) Pengembalian Fungsi dan Peruntukan kawasan Hutan Lindung Keumuning, baru saja usai melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kantor Pengawasan Hutan  (KPH) Wilayah III Aceh, di ruang rapat Walikota Langsa, Kamis, 5 September 2019.

Ketua Sekber Pengembalian Fungsi dan Peruntukan Kawasan Hutan Lindung Keumuning Kota Langsa, Alfian SH, menyebut, MoU dimaksud didukung penuh pihak Word Wildlife Fund (WWF). 

Dimana, pentingnya kesepahaman antara Pemerintah daerah dan KPH Wilayah III, dalam rangka mengembalikan fungsi hutan lindung keumuning sebagai hutan penyangga (penyimpan) cadangan air bagi Kota Langsa dan sekitarnya.

Selain itu, kerjasama kedua belah pihak (Sekber dan KPH Wil III). Diharapkan mampu mengerus aksi pembalakan liar yang terjadi di sekitar kawasan hutan lindung Keumuning. Peran WWF tak kalah pentingnya. Sebagai lembaga dunia non pemerintahan. WWF menjadi sponsor terlaksananya penandatanganan MoU antara Sekber dan KPH Wilayah III.

Sebagaimana diketahui, kawasan hutan lindung Keumuning, secara administratif masuk dalam dua kabupaten/kota. Yakni; Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Timur. Hutan yang memiliki luas 1.450 hektare. Saat ini, sekitar 784,26 Ha atau 74,69 persen yang masih menjadi kawasan hutan lindung. Sisanya, 265 Ha atau 25,31 persen. Telah berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan karet, , sawit dan sejumlah tanaman komoditi lainnya.

Hutan lindung Keumuning juga merupakan kawasan hutan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hasil survey cepat yang dilakukan WWF pada Desember 2018. Ditemukan adanya spesies kunci yaitu Orangutan Sumatera (Pango Ebilii) dan satwa lindung lainnya.

Kemudian, kajian profesional exprertise yang dilaksanakan Nopember 2018. Menunjukkan terjadi penerunan debit air  baku di kawasan hutan lindung tersebut. Sehingga berdampak pada sulitnya mendapatkan air bersih bagi masyarakat Kota Langsa selama 10 tahun terakhir.

Maraknya penebangan liar dan penjarahan kayu di hutan lindung, menjadi problem tersendiri yang perlu dilakukan tindakan tegas oleh aparatur pemerintah dan hukum. Inilah yang mendorong pentingnya MoU dimaksud.

Dari MoU dimaksud, diharapkan dapat mendorong ekowisata dalam rangka mencegah terjadinya perambahan hutan. Meningkatnya kapasitas kesadaran masyarakat serta penegakan hukum terhadap kejahatan kehutanan maupun  satwa lindung. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline