Tidak lama lagi kita akan merayakan 70 tahun kemerdekaan Indonesia. Apakah benar kita telah merdeka? Jika kita mencari arti kemerdekaan di dunia maya, maka kita akan menemukan:
- Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, merupakan puncak perjuangan bangsa ini. Artinya, serangkaian perjuangan menentang kaum penjajah akhirnya akan sampai pada suatu puncak, yakni kemerdekaan.
- Dengan kemerdekaan, berarti bangsa Indonesia mendapatkan suatu kebebasan. Bebas dari segala bentuk penindasan dan penguasaan bangsa asing. Bebas menentukan nasib bangsanya sendiri. Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berdaulat, bangsa yang harus memliki tanggung jawab sendiri dalam hidup berbangsa dan bernegara.
- Kemerdekaan adalah "jembatan emas" atau merupakan pintu gerbang untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Jadi, kemerdekaan itu bukan berarti akhir dari perjuangan bangsa. Justru, kemerdekaan ini merupakan babak awal di mana akan muncul tantangan baru untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan pembangunan yang menyejahterakan bangsanya.
Cita-cita pendiri bangsa adalah membebaskan rakyat dari penjajahan, agar masyarakat bisa hidup sejahtera, adil dan makmur. Indonesia sudah 70 tahun merdeka, sudah ada konsep kehidupan berbangsa yang jelas dan terstruktur dalam Konstitusi Negara kita UUD 1945. Namun kenyataannya, banyak penjajahan dan penindasan yang masih terus terjadi, yang dilakukan oleh negara maupun kelompok masyarakat terhadap rakyat Indonesia. Sebagaimana kita lihat bagaimana penjajahan ekonomi dan penguasaan investasi di sektor-sektor tertentu, baik oleh negara atau kelompok-kelompok di Papua. Mereka seringkali mengabaikan kebutuhan rakyatnya dan tujuan menyejahterakan rakyatnya. Mereka justru mengeruk habis-habisan kekayaan alam di Papua dan tidak memperhatikan kesejahteraan rakyatnya serta keberlanjutan sumber daya alamnya. Bagaimana harga kebutuhan hidup menjadi yang sangat mahal dan memiskinkan rakyatnya serta mengubah pola hidup masyarakat Papua.
Padahal, menurut UUD 45 pasal 33 mengatakan "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." Mungkin kekayaan Papua memang untuk menyejahterakan rakyat, tetapi rakyat yang mana? Masih banyak rakyat Papua yang tidak bisa mengakses hak-haknya. Mereka belum merdeka menyuarakan persoalannya, belum merdeka menyampaikan pendapatnya, pikirannya dan gagasannya ketika mengkritik model pembangunan Papua yang menggunakan pendekatan keamanan yang ketat. Rakyat Papua masih terus mendapatkan stigma karena peristiwa politik di masa lalu yang masih juga belum terselesaikan secara adil.
Kita sering mengecam atau memusuhi penjajahan, namun seringkali secara tidak sadar kita juga melakukan penjajahan kepada manusia lainnya. Kita dapat melihat bagaimana perlakuan kita atau masyarakat dan negara terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT). Kita menolak dan memerangi penindasan terhadap orang lain dan kelompok-kelompok minoritas, serta mendukung pemenuhan hak asasi manusia, namun ketika diminta dukungan dan solidaritasnya guna pengesahan UU PRT, mereka mendadak membisu. Atau bagaimana sulitnya PRT mendesak DPR untuk meratifikasi Konvensi ILO 189, padahal mereka hanya meminta diperlakukan adil dalam bekerja. Tetap saja PRT sulit mendapatkan kemerdekaannya.
Tidak hanya itu saja, banyak rakyat yang harus terusir dari tanah kelahirannya karena kepentingan kelompok yang ingin menguasai dan mengambil alih lahan mereka, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat di Pati dan Rembang. Mereka dipaksa pergi dan melepas tanahnya yang sudah menjadi bagian dari hidupnya secara turun temurun, hanya karena akan dibangun pabrik semen di wilayah tersebut. Atau orang-orang Syiah yang terusir dari Sampang dan daerah lainnya karena agama mereka yang berbeda. Atau orang-orang Ahmadiah yang tidak pernah merasa aman dengan hidupnya dan juga terpinggir dari tanah kelahirannya. Dan di semua peristiwa itu, negara tidak menunjukan niatnya untuk melindungi mereka, masih sangat kecil negara menunjukkan kewajibannya sebagai suatu negara yang wajib melindungi hak-hak warga negaranya secara adil dan setara tanpa membedakan status warga negaranya.
Masih banyak hal-hal yang tidak atau belum sesuai dengan cita-cita mulia pendiri bangsa untuk menyejahterakan rakyat, membebaskan rakyat dari penjajahan baru. Memang, kita telah merdeka selama 70 tahun, namun kita sering lupa akan cita-cita awal para pendiri bangsa. Kita melupakan atau tidak mempedulikan rakyat, mereka hanya memikirkan kepentingan pribadi atau golongan. Tidak ada kesetaraan dan keadilan yang merata. Melupakan bahwa kesejahteraan Ibdonesia juga harus dirasakab oleh generasi yang akan datang. Semua jadi terpolitisi dan tidak lagi ada idealisme membangun negara yang sesungguhnya. Semuanya untuk kepentingan ekonomi dan kapital yang hanya melihat keuntungan finansial dan penguasaan sumber-sumber ekonomi. Kita memang sudah merdeka, namun kita memasuki penjajahan dalam bentuk lain. Jadi apakah kita memang sudah merdeka? Apakah kita sudah memahami kemerdekaan sejati itu? Apakah kita sudah adil dalam mengisi kemerdekaan? 70 tahun merdeka seharusnya membuat kita semua dapat berpikir dengan adil, setara dan bijak dalam mengisi kemerdekan. Kemerdekaan untuk kita, generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Kemerdekaan untuk mendapatkan kualitas hidup dan menikmati lingkungan yang sehat dan berkualitas, keadilan lintas gender dan lintas generasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H