The Geography of Genius | Eric Weiner | 2008 | Cetakan Pertama Terjemahan Indonesia, 2016 | ISBN : 978-602-402-024-8 | Penerbit Qanita | halaman 576 | Genre : Memoir Perjalanan
Tulisan ini merupakan lanjutan dari Resensi Geography of Genius sebelumnya yang dapat anda lihat di link berikut https://www.kompasiana.com/poe3/5eecb35fd541df12692edd42/jelajah-tempat-tempat-jenius-resensi-buku-geography-of-genius-karya-eric-weiner-bagian-1-2
Pada bagian selanjutnya Weiner kembali melakukan perjalanan ke kota-kota yang telah melahirkan orang-orang 'jenius' yang dikenal dunia, dan saya rangkum sebagai berikut.
Edinburgh – Genius itu Praktis
Skotlandia ternyata banyak menyumbangkan hal-hal yang kita gunakan sekarang, terutama di bidang kesehatan dan sanitasi seperti bius ketika operasi, toilet duduk, dan bermacam pemikiran manusia seperti empati, sosiologi, moralitas.
Edinburgh yang dibahas penulis pernah menjadi pusat pendidikan sekolah medis pertama di dunia. Sir Arthur Conan Doyle dan Benjamin Franklin adalah beberapa lulusannya. Edinburgh pada masa jayanya merupakan tempat yang direferensi sebagai perguruan tinggi terbaik di masanya. Tempat ini juga merupakan wadah praktek keilmuan yang didapatkan. Kejeniusan tidak akan terlihat jika tidak dapat dipraktekkan.
Sebagai kota pendidikan nuansa kota terbentuk melalui apa yang menjadi aktivitas warganya. Banyaknya bar dan klub yang dibangun saat itu merupakan wadah pelajar berkumpul dan berbagi pendapat, bahkan perkelahian hingga baku hantam dianggap wajar saat itu sebagai ungkapan keakraban. Persahabatan dan jalinan kolega tidak terlepas dari perbedaan pendapat, malah hal ini yang dipercaya dapat memperkaya dan memperdalam persahabatan hingga mewujudkan praktek jenius kelompok.
Kesediaan menerima pendapat yang berbeda adalah pemicu kejeniusan kelompok. Lawan dari jenius kelompok adalah apa yang disebut dengan groupthink, yaitu ketika sekumpulan orang yang berasal dari latar belakang yang sama menyampaikan pemikiran hanya untuk memuaskan pimpinan, atau takut dianggap bodoh. Padahal keberanian untuk mengungkapkan ketidaktahuan (menghindari kesoktahuan) adalah awal munculnya pemikiran baru yang bisa menjadi kreatif, bahkan jenius.
Kolkata – Genius itu Semerawut
Ketika orang, bahkan saya sendiri, memikirkan tentang India yang terbayang adalah bagaimana Negara itu bisa amat sangat berbeda dengan tempat lain manapun di dunia. India pandai dalam merespon ilmu dan budaya apapun dan menjadikannya India. Akulturasi tanpa asimilasi, kemampuan untuk merespon tanpa menolaknya maupun menyerapnya dengan membabi buta.