Lihat ke Halaman Asli

Podluck Podcast

Jaringan podcast yang fokus pada dunia kreatif di Indonesia, seperti seni, ilustrasi, buku, film, dan lainnya.

Baca Buku Saja Enggak Cukup untuk Bikin Kita Pintar (Podcast Buku Main Mata)

Diperbarui: 26 Agustus 2020   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dengarkan versi audio artikel ini secara lebih komprehensif di bab podcast buku Podcast Main Mata berikut, atau baca versi ringkas dalam bentuk tulisan di bawah ini.


Kita pasti sudah kenyang dengan tulisan atau perkataan yang memuat pernyataan bahwa minat baca orang Indonesia rendah. Banyak dari kita yang pasti sudah pernah baca juga peringkat literasi yang dikeluarkan oleh Central Connecticut State University (CGSU) lewat world's most literate nations yang menyebutkan kalau Indonesia duduk di peringkat 62 dari 70 negara.

Padahal, pada kenyataannya tidak selalu begitu. Penggagas patjarmerah Windy Ariestanty dalam obrolannya di Podcast Main Mata pernah menyebutkan kalau kendala terbesar sebenarnya pemerataan akses literasi, bukan minat baca. Sayangnya, di saat akses literasi belum merata ke seluruh daerah di Indonesia, kondisi ini diperparah dengan terjadinya pandemi COVID-19. Kamu bisa mendengarkan obrolan dengan Windy di bab ini.

Dunia Buku di Tengah Pandemi

Pandemi COVID-19 membuat kerja-kerja literasi terhambat. Kegiatan luring seperti peluncuran buku, bedah buku, festival buku, secara otomatis ditiadakan. Pun jika ada, hanya bisa dilakukan dalam skala kecil. Penerbit mayor mengalami pergolakan nasib yang lebih besar karena selama ini penjualan buku mereka banyak bergantung pada toko buku besar. Alhasil, secara perlahan mereka pun mulai mempelajari ranah daring. Sementara penerbit independen, yang secara umum tidak terlalu terkena dampak dari pandemi, kedatangan pemain baru di ranah daring, ranah yang selama ini mayoritas menjadi lahan milik mereka.

Namun, sekali lagi hal ini seharusnya bukan menjadi pertempuran antarpenerbit, melainkan kerja gotong royong seluruh pelaku di dunia buku. Seperti yang disebutkan oleh Windy juga, ekosistem dunia buku saat ini sedang dimulai lagi dari titik nol. Musuh utama dunia buku bukanlah pandemi ataupun penerbit lain, tetapi buku bajakan yang sudah marak sejak kondisi dunia baik-baik saja dan semakin parah semenjak pandemi berlangsung.

Buku Bajakan: Musuh Utama Dunia Buku

Bisa dipahami kenapa orang memilih buku bajakan, karena di kondisi sekarang ini mereka cenderung menyimpan uang untuk hal-hal yang esensial. Namun, ada hal lebih besar lagi yang harus dimengerti juga di luar diri kita sendiri dan keinginan untuk membaca buku. Selain penulis, ada banyak sekali pihak yang bergantung ke penjualan satu buah buku, mulai dari editor, desainer, ilustrator, admin, pemilik toko buku, karyawan toko buku, kurir, dan lainnya. Membeli atau mengunduh buku bajakan berarti kamu memotong penghasilan mereka semua. Jika semuanya hilang, buku pun akan ikut lenyap.

Cara Membaca Buku secara Legal

Ada banyak cara untuk bisa membaca buku secara legal tapi dengan bujet yang seminim mungkin. Jika sedang menabung uang untuk hal lain, kamu bisa membaca buku dengan:

  • Membeli buku bekas dari toko buku bekas tepercaya, dari teman.
  • Mencari momentum ketika toko buku sedang mengadakan diskon koleksi buku mereka.
  • Meminjam buku dari perpustakaan.
  • Barter buku dengan teman, atau kamu bisa juga ikut acara tukar buku Podcast Main Mata bernama Tukar Tambah yang pernah diadakan secara luring maupun virtual melalui Instagram (cek #TukarTambahVirtual).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline