Memasuki situasi bulan puasa tahun 2024 kementerian agama memberi himbauan agar semua masjid tidak menggunakan pelantang suara secara berlebihan diluar masjid ketika menyelenggarakan tarawih. Himbauan ini memunculkan reaksi di masyarakat, khususnya dari kalangan agama muslim sendiri. Seakan-akan menganggap kritikan tersebut dari kebijakan Dai Kondang, Gus Miftah yang ingin agar kemeriahan Ramadhan tetap terasa seperti zaman dahulu. Dewan Mesjid Indonesia (DMI) juga mendukung himbauan Kemenag ini, demi mempertimbangkan kesyahduan dalam masyarakat perkotaan yang heterogen. Menanggapi langkah tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyuruh masyarakat agar dapat memahami dengan membaca isi dari surat edaran menteri agama ini secara menyeluruh.
Sebagaimana tertulis jelas di dalam surat edaran tersebut bahwa penggunaan pengeras suara pada masjid atau musala mempunyai tujuan yaitu di antaranya mengingatkan kepada masyarakat setempat akan mulainya waktu salat melalui suara azan, salawat dan bacaan al Qur'an. Sudah seharusnyalah penggunaan pengeras suara itu digunakan secara proporsional atau seimbang. Tujuannya sangat baik yaitu untuk menjaga kenyamanan lingkungan dan toleransi dengan agama yang lain. Muhadjir pun berharap agar kebijakan yang telah dikeluarkan melalui SE tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman. Dengan demikian, kenyamanan dan kehidupan toleransi di masyarakat dapat terus terpelihara dengan lebih baik dan damai. Akan tetapi banyak masyarakat salah memahami makna yang sesungguhnya dari surat edaran tersebut. Juru bicara Kementerian Agama Anna Hasbie menegaskan bahwa tidak ada satu poin pun dalam edaran tersebut yang melarang menggunakan pengeras suara dalam berbagai aktivitas keagamaan, baik di masjid dan musala. Kemenag terbitkan edaran untuk mengatur penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar ujar Anna Hasbie secara tegas dikutip dari laman Kemenag.
Penegasan ini disampaikan Anna Hasbie, karena mengingat masih ada sejumlah pihak yang belum memahami substansi edaran tersebut. Kami harap agar edaran tersebut dibaca dengan seksama dan teliti ujar Anna pengeras suara di masjid karena dinilai terlalu kencang. Namun di sisi lain muncul pula penilaian terhadap upaya penyelesaian atas persoalan seperti ini, dikatakan bahwa tidak bisa hanya diserahkan kepada negara. Sebuah lembaga yang peduli terhadap isu toleransi, SETARA Institute mengatakan, dibutuhkan peran kongkret para pemuka agama untuk melakukan peran persuasif demi mewujudkan nilai-nilai toleransi dalam aktivitas peribadatan di masyarakat yang majemuk ini. Saya cenderung lebih mendorong kesadaran dari masing-masing tokoh agama. Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, hampir semua masjid dan musala di seluruh dunia telah memiliki dan menggunakan alat pengeras suara atau yang sering disebut speaker. Tujuan alat tersebut digunakan adalah untuk menunjang tercapainya dakwah Islam kepada masyarakat luas di dalam maupun di luar masjid.
Lingkungan yang penduduknya mayoritas memeluk agama Islam, pengeras suara masjid sangat umum terdengar minimal lima kali sehari untuk keperluan azan dan salat, sedangkan yang terjadi saat ini adalah bahwa penggunaan pengeras suara masjid terjadi pada jam dimana masyarakat sedang beristirahat dan pengeras suara masjid saat ini memiliki banyak kegunaan. Seperti acara pengajian, tahlilan, ataupun cuma untuk mengaji secara pribadi. Penggunaan tersebut hanya diperuntukkan bagi kalangan pemeluk agama Islam, sedangkan mereka yang beragama selain Islam secara tidak langsung merasakan dampak tersebut. Terutama bagi penggunaan pengeras suara pada jam-jam yang dikatakan sebagai waktu untuk beristirahat. Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid. Selain fungsi peribadatan masjid juga memiliki banyak fungsi, seperti pendidikan, sosial dan ekonomi. Fungsi peribadatan, dengan pengertian menjalankan ritual keagamaan adalah yang utama, meski di dalam agama Islam semua aktivitas manusia harus bernilai ibadah.
Pada kasus-kasus yang terjadi di atas, masyarakat banyak merasa bahwa penggunaan pengeras suara masjid yang terlalu berlebihan juga sangat mengganggu. Pada dasarnya masyarakat tidak keberatan dengan adanya suara azan atau puji-pujian dari Masjid. Namun ketika volume terlalu keras dan penggunaannya terlalu sering hal tersebut justru dianggap sebagai gangguan oleh masyarakat. Oleh karena itu, bagaimana masyarakat sesungguhnya mengkontruksi penggunaan pengeras suara masjid itu sendiri dan juga bahwa kenyataan hal itu terjadi oleh masyarakat dan harus diatasi oleh masyarakat juga. Dalam hal ini, kaitan teori konstruksi sosial dengan penggunaan pengeras suara Masjid yang berlebihan dan menyebabkan terganggunya warga sekitar Masjid merupakan kenyataan yang telah terjadi di dalam masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini dapat kita ketahui bahwa penggunaan pengeras suara masjid harus diatur secara terperinci karena mengingat negara Indonesia memiliki beragam agama. Dengan demikian SE dari Kemenag tersebut diharapkan dapat di laksanakan demi menciptakan kedamaian bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa menganggap khusus satu agama saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H