Lihat ke Halaman Asli

Fariz Pratama

Real Akun

Hilangnya Budaya "Nyabukki Wit-witan" Penjaga Mata Air

Diperbarui: 10 Agustus 2020   19:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Leluhur kita sebenarnya telah menurunkan beraneka ragam bentuk kearifan lokal yang digunakan untuk pedoman sikap dan perilaku yang baik dalam berinteraksi dengan alam dan lingkungan. 

Kearifan lokal tersebut telah berhasil mencegah kerusakan fungsi lingkungan, baik tanah yang mencakup lahan, hutan  maupun keberlangsungan air. 

Tradisi yang ada di nusantara adalah nyabuk gunung, susuk wangan dan  merti desa di Jawa Tengah. Akan tetapi, kearifan lokal yang ada saat ini sudah mulai pudar dan dianggap tidak penting, bahkan beberapa kalangan menganggapnya musyrik karena bertentangan dengan agama. 

Akibat hal itu sumberdaya alam yang ada tidak lagi terpelihara dengan baik, lahan dan hutan rusak, serta tidak sedikit mata air yang mati. Padahal air merupakan kebutuhan paling penting bagi makluk hidup. 

Kekurangan maupun tercemarnya air akan membuat manusia, hewan dan tumbuhan akan terganggu pertumbuhan, kesehatan dan produktivitasnya, bahkan pada beberapa kasus menimbulkan kematian.

Salah satu kondisi dimana kearifan lokal sangat dibutuhkan berada pada daerah penyangga yang memiliki sumber mata air. Sumber mata air itu sendiri dapat muncul karena patahan lereng pada tanah maupun melalui celah dari akar tanaman penahan air. Contoh nyata daerah yang memiliki banyak mata air adalah lereng gunung Ungaran lebih khususnya kecamatan Bandungan. 

Alasan kenapa kearifan lokal sangat dibutuhkan di daerah tersebut berkaitan dengan efek yang ditimbulkan pada daerah itu sendiri maupun daerah dibawahnya. Maksud daerah dibawahnya adalah daerah yang lebih rendah dibandingkan wilayah kecamatan Bandungan. 

Wilayah tersebut mencakup kecamatan Bandungan dan kecamatan Ambarawa memiliki potensi dalam bidang pertanian karena dilintasi oleh aliran sungai yang berhulu pada mata air dari kecamatan Bandungan. Pertanian di diwilayah lereng gunung Ungaran terutama kedua wilayah tersebut sangat bergantung pada mata air yang berada di daerah lebih tinggi.

Kearifan lokal yang dibutuhkan adalah memberdayakan kelangsungan pohon, contohnya "Nyabuki Wit-witan" prinsip kebudayaan ini meliputi penutupan atau menyelimuti batang pohon dengan kain. 

Peninggalan ini mirip dengan  kain poleng dibali, perbedaanya hanya warna kain dan filosofi yang ada didalamnya. Secara tidak langsung prinsip ini melindungi pepohonan dari kerusakan karena pohon akan dianggap memiliki suatu nilai tertentu. 

Pohon yang diselimuti juga dapat terhindar dari tangan manusia yang seenaknya memasang plakat yang beraneka ragam dengan merusak pohon, walaupun berefek kecil. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline