Indonesia merupakan negara dengan jumlah sampah makanan yang tergolong tinggi didunia, dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa
Berat sampah makanan di Indonesia selama setahun mencapai 13 juta ton. Tentunya sebagian dari sampah makanan terdapat hasil tanaman pangan yang kontroversi dan cukup menjadi perbincangan karena berbagai macam persoalan yang timbul.
Persoalan yang timbul disebabkan karena hasil produksi dalam negeri dengan kebutuhan konsumsi tidak dapat seimbang bahkan hingga surplus.
hal ini menyebabkan pemerintah mengambil suatu langkah dengan mengimpor bahan pangan untuk mengimbangi dan menjaga pasokan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
Padahal peran pemerintah sudah sangat berkembang untuk meningkatkan produktivitas lahan serta hasil produksi.
Namun, jika terdapat suatu masalah yang berkenaan dengan pangan maka pemerintah daerah maupun secara nasional akan menjadi bahan sasaran kesalahan.
Faktanya, sampah makanan di Indonesia selama setahun dapat dikonsumsi 28 juta orang. Artinya, Indonesia menciptakan masalah dari dirinya dan untuk dirinya sendiri. Bagaimana hal itu bisa terjadi bukan lain karena sikap atau kebiasaan masyarakat itu sendiri.
Belakangan ini banyak dijumpai pola hidup beli makanan berlebih karena takut kurang.
Faktanya, masyarakat cenderung belum tahu kemampuan dalam mengelola diri dan istilahnya mengendalikan hawa nafsu serta rasa penasaran akan suatu makanan yang dibelinya.
Era digital ikut mendorong bagaimana sampah makanan terus terjadi, semisal saat sesorang ingin memperlihatkan sautu gaya atau kelas dari makanan. Tingkah yang dilakukan sama sekali tidak menghargai makanan, pesan asal pesan hanya sekedar untuk diabadikan dengan gadgetnya.
Kemudian saat membuat konten, makanan bisa jadi dibuang-buang dengan sia-sia entah dari remukan atau sisa lainnya untuk sebatas alat meningkatkan pamor. Istilah kerennya panjat sosial.