Lihat ke Halaman Asli

Orca Oryza Anantha Helian Thus

Mahasiswa Pasca Sarjanan Universitas Muhammadiyah Malang

Fenomena Perkembangan Komoditas Kopi di Indonesia dari Berbagai Sudut Pandang

Diperbarui: 6 Januari 2023   23:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Kopi yang awalnya hanya tanaman liar di dataran tinggi di Ethiopia, lalu dikembangkan pada abad ke-15 di semenanjung Arab yang sekarang dengan kopi Arabika yang menduduki jenis kopi dengan tingkat produktifitas tertinggi di dunia. Penyebaran kopi di indonesia sendiri diawal mulai dengan perkebunan bibit dan tanaman kopi yang di dirikan oleh belanda di tanah jawa pada tahun 1699. Panjangnya sejarah dalam proses budidaya pertanian di Indoensia tentunya tidak bisa dianggap remeh lagi. Tidak bisa dipungkiri lagi komoditas kopi menjadi salah satu minuman yang menjadi primadona di berbagai kalangan masyarakat baik di Indonesia ataupun dunia. Bisa dibilang bahwa satu dari tiga orang didunia merupakan seorang peminum kopi. kemudahan proses penyeduhan serta banyaknya Supply dan Demand yang beredar, menjadikan kopi sebuah produk yang mudah didapatkan dengan harga yang bervariasi sesuai dengan keunggulannya.

Produksi kopi di indonesia menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah produksi 12,1 juta karung dalam negara penghasil kopi terbesar di dunia dibawah Brazil dengan 69 juta karung, Vietnam 29 juta karung, dan Colombia dengan prosuksi 14,3 juta karung, berdasarkan data International Coffee Organization (ICO). Produksi Kopi yang sangat besar di Indonesia yang mencapai angka 726 Ribu Ton pada tahun 2022 menjadikan Indonesia memiliki potensi yang tinggi dalam penguasaan pasar global dibidang komoditas kopi dan tidak bisa dianggap remeh lagi. Dari total produksi kopi di Indonesia kurang lebih sebesar 67% produksi kopi di ekspor dan 33% sisanya digunakan dalam pemenuhan kebutuhan pasar di dalam negeri sendiri. Berdasarkan data badan pusat statistika pada tahun 2000 menjelaskan bahwa di Indonesia konsumpi produk kopi menyentuh angka rata-rata 12,5 Gram per kapita per minggu, sedangkan produk komoditas lainya yang menyaingi yakni the dengan rata-rata konsumsi 11,2 gram per kapita per minggu.

Komoditas kopi bila dipandang dari perspektif ekonomi makro dimana ekonomi makro sendiri memiliki pengertian yakni ilmu yang mempelajari mekanisme bekerjanya ekonomi secara keseluruhan atau bisa dibilang membahas tentang variabel ekonomi agregatif yang menjelaskan hubungan kausal (sebab akibat) dan hubungan yang memiliki sifat fungsional (saling berpengaruh). Masalah -- masalah ekonomi makro bisa meliputi pertumbuhan perekonomian. Masalah pengangguran, masalah inflasi, dll. Komoditas kopi bila dipandang dari perspektif ekonomi makro menjadi salah satu komoditas hasil perkebunan yang telah memiliki sumbangsi dan peran yang cukup penting dalam kegiatan serta perkembangan perekonomian di Indonesia. sumbangsi terbesar yang telah dihasilkan oleh komoditas kopi ialah sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Hasil produksi perkebunan kopi di Indonesia mayoritas di ekspor ke lima benua yakni asia,eropa,afrika, australia dan eropa sebagai tujuan ekspor utama dalam pasar ekspor internasional komoditas kopi alam indonesia. Pasar kopi di dalam negeri masihcukup besar. Sebagian besar ekspor kopi Indonesia adalah jenis kopi robusta (94%), dan sisanya adalah kopi jenis arabika.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional dalam Statistik Kopi menunjukkan bahwa volume ekspor kopi dari tahun 2011 samapi 2020 atau sepuluh tahun terakhir mengalami kecenderungan berfluktuasi berkisar (-) 40,15 persen sampai dengan 12,82 persen. Data yang berfluktuasi selama satu dekade terakhir terdapat fenomena yang cukup janggal, dimana Pada tahun 2011 total keseluruihan volume ekspor mencapai 346,49 ribu ton meningkat pada tahun 2020 menjadi 379,35 ribu ton. Namun hal berbeda terjadi pada nilai ekspor dengan volume ekspor, total nilai ekspor mengalami kecenderungan penurunan, pada tahun 2011 total nilai sebesar US$ 1 036,67 juta menurun menjadi US$ 821,93 juta. Penurunan nilai ekspor pada komoditas kopi alam Indonesia tentunya secara perlahan-lahan akan memberikan imbas penurunan jumlah produk yang di ekspor pula. Hal itu tentunya akan berimbas secara lansgung ada jumlah pendapatan devisa negara.  Nilai ekspor kopi Indonesia yang berfluktuatif ini lebih dipengaruhi oleh perubahan harga kopi dibandingkan dengan perubahan volume ekspor. Hal serupa dikemukakan oleh ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) yakni Suyanto Husein yang menjelaskan bahwa turunnya volume ekspor disebabkan oleh produksi untuk eksport yang terun menurun dan dipicu oleh tingginya harga jual di pasar lokal dibandingkan harga ekspor.

Tingginya nilai jual dalam negeri pada komoditas kopi tentunya menjadi penanda bahwa produk komoditas kopi mulai terserap dalam negeri. Dan tentunya akan menguragi jumlah impor biji kopi dari negara lain. Penurunan ini dapat dilihat dari tahun 2019 angka ekspor sudah mencapai 204.000 ton kopi biji dan impor 24.000 ton kopi biji. Dibalik bagusnya penurunan dan tingginya daya serap komoditas kopi di dalam negeri, kopi indonesia juga tidak boleh hilang ataupun merosot dari pasar internasional, karena jumlah produksi yang melimpah dan indonesia memiliki keunggulan dimana Indonesia adalah satu-satunya negara dari banyaknya negara produsen kopi yang memiliki spesialti terbanyak di dunia. Contoh spesialit kopi di Indonesia yang telah dikenal diantaranya adalah Kopi Gayo, Kopi Mandheling, Kopi Java, dan Kopi Toraja, Bali Kintamani, Kopi Prianger, Kopi Flores, dan Kopi Papua. Penurunan nilai kopi di pasar asing tentunya dapat dibenahi melalui peningkatan kualiatas tanpa mengabaikan peningkatan jumlah produksi. Peningkatan produksi serta kualitas bisa di mulai dari pengembangan areal dan termasuk meremajakan tanaman kopi yang sudah tua serta regenerasi pelaku usaha tani yang mulai mayoruitas tua dan tidak mampu menyusul terhadap standar kualiatas proses pertanian.

Dalam rangka peningkatan kualitas produksi pemerintah menetapkan sebuah Standar Nasional Indonesia Untuk Kopi Biji telah menerapkan standar ekspor kopi biji berdasarkan pengunaan sistem nilai cacat kopi sejak tahun 1990 menggantikan sistem lama yakni Triase (Bobot per Bobot). Beberapa kali revisi yang dilakukan membuat kebijakan Standar Nasional Indonesia Nomor 01-2907-2008 Kopi Biji ini lah yang belaku saat ini guna menyamaratakan kualitas hasil produksi dalam negeri. Selain hal tersebut dalam menembus pasar global tentunya harus memperhatikan serta mempertimbangkan perkembangan pasar global serta persyaratan internasional seperti ICO (International Coffee Organization) No: 407 tentang "Coffee Quality Improvement Program". Yakni syarat mutu umum Kadar kandungan air kopi biji tidak lagi dibedakan berdasarkan jenis pengolahan yang dilakukan (pengolahan basah dan kering) tetapi sama-sama kandungan air maksimum 12,5%, tidak adanya serangga hidup, biji tidak berbau busuk dan kapang, kadar kotoran maksimal 0,5% dari keseluruhan produk.

Target untuk mencapai kopi yang berkualitas adalah salah satu pilihan yang memang harus dipilih tanpa harus mengabaikan sisi kuantitas dalam proses budidaya dan produksinya. Dengan mayoritas perkebunan kopi di indonesia masih dikuasai oleh perkebunan rakyat yang dikelola secatra individual dan usaha rumah tangga perkebunan rakyat akar permasalahan terjadi disini, dimana produksi tanaman akan tetap berjalan hingga proses pasca panen yang dikelola dengan sembarangan. rendahnya kualitas tentunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran petani dalam hal pengetahuan tidak berpatokan pada sistem standar nasional, temasuk dalam hal adaptasi tekniologi pendukung proses produksinya. lebih banyaknya perkebunan rakyat dibandingkan dengan perkebunan besar nasional menjadikan permasalahan Deindutrialisasi juga menjadi pokok pembahasan, tentunya hal ini akan mempersulit pernyetaraan kualiats dan generalisasi bantuan dalam proses budidaya seperti pupuk, bibit dll serta bantuan teknologi kedepanya. Masalah lain yang dihadapi sektor perkebunan kopi selain kualitas yang harus ditingkatkan tanpa mengurangi kuantitasnya ialah tentunya adanya pelebaran lahan. Pelebaran lahan disini dimaksudkan dengan semakin lebarnya lahan yang digunakan tentunya diharapkan produktivitas kopi semakin meningkat. Permasalahan akhirnya timbul dimana banyaknya hutan yang akan dialihfungsikan menjadi perkebunan kopi, sehingga peran hutan dalam mengatur cadangan air dan kontrol terhadap bencana erosi semakin menurun. Tentunya peningkatan kualiatas produk yang dihasilakan merupakan tugas dari banyak golongan yang berkecimpung dibidang teresbut, mulai dari pemerintah, masyrakat, pelaku industri di bidang kopi serta petani itu sendiri.  

            Sisi ekonomi makro komoditas kopi sekali lagi harus mengalami perbaikan secara perlahan. Jika dilihat dari sudut pandang permaslahan pengangguran di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2022 per bulan Februari menunjukkan bahwa pengangguran di Indonesia tercatat sebesar 5,83 persen dari total penduduk usia kerja dengan jumlah 208,54 juta orang dimana hampir 5,83 persen tersebut diisi oleh penduduk yang memiliki pendidikan di jenjang diploma dan sarjana (S1) sebanyak 14 persen. Jika dilihat dari permsasalahan tersebut dan dibandingkan kembali dengan permasalahan regenerasi petani kopi hampir di berbagai daerah sentra kopi, nampaknya menunjukkan bahwa keinginan menggeluti bisnis di komoditas ini sangat kecil. Saat ini fenomena yang terjadi ialah banyaknya para pekerja yang merasa lebih baik memilih pekerjaan yang dianggap bergengsi di perkantoran dibandingkan melakukan proses budidaya. Jika dilihat dari sisi lain para lulusan ini merupakan subjek yang mampu merubah sektor perkebunan kopi ini menjadi lebih baik lagi, dimana mereka tentunya mampu dan mudah beradaptasi dalam perkembangan teknologi dan cara pengaplikasianya. Harapanya dengan perubahan minat ini masalah pengangguran di Indonesia akan memiliki solusi yang tentunya mampu mengurangi pengangguran dengan terbukanya lapangan kerja serta mampu meningkatkan kualitas perkebunan agar komoditas kopi indonesia memiliki nilai ekpor yang tinggi. tingginya nilai ekspor dan besarnya produksi di indonesia tentunya akan berdampak baik bagi perekonomian.

            Komoditas kopi bila dipadang dari perspektif ekonomi mikro, diamana ekonomi mikro dapat didefinisikan sebagai studi tentang perilaku pengambilan keputusan individu, perusahaan, dan rumah tangga sehubungan dengan alokasi sumber daya mereka. Ekonomi mikro lebih menitikberatkan pada faktor -- faktor yang memiliki kontribusi pada keputusan orang, dan apa dampak pilihan ini terhadap pasar umum sejauh menyangkut harga, permintaan, dan pasokan barang dan jasa. Peningkatan daya serap penjualan kopi di indonesia yang dijelaskan sebelumnya dibuktikan dengan Berdasarkan data badan pusat statistika pada tahun 2000 menjelaskan bahwa di Indonesia konsumsi produk kopi menyentuh angka rata-rata 12,5 Gram per kapita per minggu, sedangkan produk komoditas lainya yang menyaingi yakni the dengan rata-rata konsumsi 11,2 gram per kapita per minggu.  Daya serap yang tinggi itu tentunya sesuai dengan prinsi permintaan dan penawaran dimana semakin tinggi nilai jual dan permintaan semakin banyak pula produk yang akan ditawarkan.

screenshot-20230106-103614-63b845ea08a8b56047017822.png

Peningkatan permintaan dan nilai jual tersebut tentunya didukung dengan adanya perubahan perilaku konsumen atau mindset konsumen tentang seperti apa kopi pada umumnya. Mindset atau pola pikir yang beredar di kebanyakan masyarakat indonesia kopi merupakan minuman yang haruslah memiliki rasa pahit dan hitam. Maraknya kopi robusta yang beredar dimasyarakat dengan proses sangrai yang gelap (dark) tentu akan memberi cita rasa yang luar biasa pahit, karena pada dasarnya semakin lama proses penyangraian atau roasting maka akan semakin hitam dan pahit kopi tersebut. Kenyataanya kopi memiliki karakteristik yang akan memberikan rasa yang beragam jika dilakukan proses pasca panen yang benar. Tidak semua kopi memiliki karakteristik rasa yang sama terutama saat dinikmati melalui metode manual brewing. Proses manual brewing akan membantu untuk menonjolkan cita rasa yang lebih dalam lagi seperti karamel, nutty (kacangg-kacangan), acidity (asam), dll. Pergeseran ini juga didampingi oleh pekembangan cara penyajian kopi yang mulai bervariasi seperti kopi dari mesin espresso, V60, Kalita, Vietnam Drip, dll. Hal ini yang mendasari pasar yang tercipta oleh produk kopi ini sangat luas dan masih menjajikan sampai saat ini. Perubahan perilaku konsumen terhadap minat akan kopi yang semakin tinggi, dimana penikmat kopi mulai berani membayar kopi lebih mahal dari pada umumnya sesuai dengan kualitas yang diberikan. Disisi lain perubahan ini juga akan merubah bagaimana orang dan rumah tangga menghasbiskan anggaran mereka.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline