Lihat ke Halaman Asli

PMKRI Semarang

organisasi mahasiswa

Press Release Aksi Masyarakat Sipil Jawa Tengah

Diperbarui: 1 Mei 2024   14:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Kevin Andreas (PMKRI Cab Semarang)

Mimpi buruk panjang berupa Hak Cipta Kerja dan PP turunannya menjadi faktor yang semakin melanggengkan kehidupan melarat dan tertindas bagi kelas buruh dan kelas pekerja lainnya. Diksi memajukan kesejahteraan umum yang termaktub pada pembukaan UUD NRI 1945 menjadi tujuan pemerintah justru jauh dari amanat tersebut. Sistem magang dan kontrak outsourcing yang seringkali mengeksploitasi pekerja harus dihapuskan, memberikan kepastian kerja yang lebih baik. Seruan untuk upah layak nasional bergema, agar setiap pekerja dapat hidup dengan martabat sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini UU Ciptaker telah memanjakan para pemilik kapital untuk sesukanya melakukan pencurian hajat orang banyak demi kepentingan mereka semata. 

Perlindungan bagi buruh perempuan juga menjadi sorotan, menuntut keamanan dan kesetaraan di tempat kerja. Pekerja juga mendesak pemerintah untuk mengatur hak cuti saat bencana, memastikan mereka dapat menjaga keluarga tanpa resiko kehilangan pekerjaan. Dalam beberapa kasus bencana alam, banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan karena terpaksa mengungsi atau merawat anggota keluarga, tanpa adanya jaminan keamanan pekerjaan setelah bencana berlalu. Kemudian, kriminalisasi terhadap aktivis dan gerakan rakyat yang memperjuangkan hak pekerja harus dihentikan, memungkinkan mereka menyuarakan tuntutan tanpa takut akan represi. 

Status kemitraan ojek online yang tidak jelas harus diperjelas, memberikan kepastian kerja bagi para pengemudi. Banyak pengemudi ojol yang mengalami ketidakpastian pendapatan dan tidak memiliki jaminan sosial, seperti asuransi kesehatan dan jaminan hari tua. Pekerja migran membutuhkan perlindungan dan jaminan sosial yang kuat, mengingat risiko yang mereka hadapi di luar negeri. Data menunjukkan bahwa pekerja migran Indonesia seringkali menghadapi kondisi kerja yang keras dan tidak manusiawi, serta kurangnya perlindungan hukum di negara tempat mereka bekerja. 

RUU PRT yang akan melindungi pekerja rumah tangga harus segera disahkan. Pekerja rumah tangga di Indonesia, yang jumlahnya diperkirakan mencapai jutaan, masih menunggu pengesahan RUU PRT yang akan memberikan perlindungan hukum atas pekerjaan mereka. Industri yang relokasi dan berdampak buruk pada lingkungan harus dihentikan, menjaga keberlanjutan hidup pekerja dan masyarakat sekitar. Studi lingkungan menunjukkan bahwa relokasi industri tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan mengancam mata pencaharian masyarakat sekitar. 

Pada ranah pendidikan, pentingnya pendidikan sebagai kunci kemajuan bangsa. Seperti yang tercantum dalam Pasal 28 UU HAM, setiap orang berhak atas pendidikan. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 31 Ayat 1 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pendidikan bukan hanya sebatas hak, tetapi juga kewajiban bagi setiap warga negara. Akan tetapi, Segudang masalah masih dihadapi dalam upaya mencapai pendidikan yang berkualitas dan merata di Indonesia. Kesenjangan akses dan mutu pendidikan, minimnya infrastruktur dan sumber daya manusia, serta ruang aman dari kekerasan seksual. 

Kebijakan mengatasi problematika yang diambil rezim jokowi bukanlah dengan mengupayakan pendidikan gratis, akan tetapi justru melonjak nya biaya pendidikan yang ditetapkan. Seperti biaya pendidikan yang mahal, namun fasilitas pendidikan yang diterima tidak memadai dan tidak sebanding dengan biaya yang sudah dibayarkan. Kemudian, ketika masuk kedalam tenaga pengajar yang gaji masih di bawah kata layak yaitu guru atau dosen honorer. Seringkali mereka digaji secara sukarela dan bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi. Dengan penghasilan yang dibawah kata layak, banyak guru honorer di Jawa Tengah bisa dikatakan belum sejahtera. 

Selanjutnya, kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya tindak kekerasan seksua. Kehadiran Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang berisi tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi menjadi langkah awal yang baik demi menciptakan ruang pendidikan yang aman dan nyaman serta terbebas dari kekerasan terutama kekerasan seksual. Akan tetapi dalam implementasi masih jauh dari ruang aman yang didambakan. 

Kemudian, rezim Jokowi meluncurkan solusi yaitu dengan mengeluarkan kartu yaitu KIP dan KIP-K untuk beasiswa kepada siswa atau mahasiswa yang berada dalam kategori kekurangan yang bertujuan untuk membantu dan memudahkan biaya pendidikan. Akan tetapi kebijakan tersebut tidak layak di karena kan permasalahan yang tidak lagi tepat sasaran justru banyak mahasiswa yang mendapatkan kartu tersebut namun ia justru dari kalangan orang berada. Tidak ada jalan lain, kecuali menghancurkan sistem kapitalisme yang telah menggurita. Proses Liberalisasi di sektor pendidikan akan menyebabkan pendidikan sarat dengan nilai-nilai kebebasan di mana negara perlahan tidak lagi bertanggung jawab dan sepenuhnya diserahkan pada pihak swasta dengan menggunakan mekanisme pasar, inilah yang kami simpulkan sebagai praktek dari proses "Kapitalisasi Pendidikan". 

Dengan persatuan inilah, sejatinya rakyat menentukan masa depannya sendiri. Dalam rangka menyambut Bulan perlawanan (Mayday dan Hardiknas), kami dari Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Tengah bergerak menggelorakan "Jokowi Sumber petaka Mari Bangun Gerakan". Berdasarkan pada permasalahan di atas Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Tengah menuntut berbagai poin-poin diantaranya: 

1. Cabut UU cipta kerja dan PP turunannya 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline